Beritakota.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir tahun 2023 telah memanggil Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Gde Sumarjaya Linggih atau biasa disapa Demer ini sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) saat pandemi Covid-19 di Kementrian Kesehatan (Kemenkes).
Untuk diketahui bahwa KPK secara resmi umumkan sedang melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi di Kemenkes tahun 2020-2022.
Ada tiga saksi yang sudah dipanggil KPK dalam kasus ini, yakni Gde Sumarjaya Linggih yang merupakan anggota DPR RI atau Komisaris PT EKI tahun 2020, Murti Utami Andyanto selaku Inspektorat Jenderal Kemenkes, dan Pius Rahardjo selalu Kepala seksi Kepabeanan dan Cukai Bogor tahun 2020.
Ketua LSM Kapok, Kasno yang selalu keras dan tegas terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan para pejabat pemerintah di Indonesia khususnya di kota Depok ini dalam keterangannya ketika dihubungi mengatakan “Jika seseorang sudah di panggil oleh KPK walaupun hanya menjadi saksi berarti sudah ada indikasi diduga melakukan tindak pidana korupsi, dan itu tugas KPK harus bisa membuktikannya di persidangan,” terang Kasno.
Kronologis Kasus Korupsi Pengadaan APD Covid-19 berawal dari Kemenkes kantor pusat krisis kesehatan bersama BNPB membutuhkan APD Cobid -19.
Baca juga: KPK Geledah Kantor Setjen DPR Dugaan Korupsi Rumah Jabatan DPR
Kemenkes dan BNPB melalui LKPP membuka kesempatan kepada pihak swasta untuk berpartisipasi. Nilai kontrak tersebut mencapai Rp. 3.03 Triliun untuk pembelian 5 juta set APD. Dugaan kerugian negara sesuai audit BPK mencapai ratusan miliar dan masih mungkin berkembang.
PT EKI merupakan salah satu pihak swasta pemenang pengadaan APD Covid -19 melalui penunjukan langsung (PL), untuk pembelian 5 juta set APD senilai Rp. 3,030 triliun.
PT EKI walaupun baru berdiri, bahkan tidak memiliki izin pengedar alat kesehatan. Perusahaan juga bukan termasuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi mendapatkan penunjukan langsung untuk pengadaan APD COVID-19 di Kemenkes mencapai Rp. 3,03 triliun untuk pembelian 5 juta set APD.
Pada mulanya PT EKI mendekati PT Permana Putra Mandiri (PPM) untuk mendapatkan proyek pengadaan APD dari Kementerian Kesehatan. Kerjasama ini membuahkan hasil, pada 28 Maret 2020, Kemenkes menunjuk kedua PT tersebut (PT EKI dan PT PPM) untuk menyediakan 5 juta APD. Penunjukan itu tertuang dalam Surat Pesan APD No.KK.02.91/1/460/2020. Dalam kontrak perjanjian, PT PPM sebagai distributor dan hanya diperbolehkan membeli APD dari PT EKI.
Dalam hasil audit BPKP Nomor 01 Gugus/PW/02/05/2020 pada 20 Mei 2020 menyebutkan kerjasama pengadaan APD Kemenkes Bersama PT EKI dan PT PPM tidak sesuai ketentuan. Karena PT EKI tidak memiliki izin pengedar alat kesehatan. Perusahaan juga bukan termasuk Pengusaha Kena Pajak (PKP). Auditor negara juga menemukan Kejanggalan dalam pemberitahuan kepabeanan proses pengiriman produk. Kontrak ekslusif yang mengharuskan PT PPM hanya membeli APD dari PT Energi Kita Indonesia juga Bertentangan dengan Undang Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha.
Temuan BPKP ini telah ditindak lanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menuding telah terjadi perbuatan melawan hukum yang tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan hasil pengumuman RUPS PT EKI pada 02 Juli 2020 diketahui bahwa putra dari Gde Sumarjaya Linggih yakni Agung Bagus Pratiksa Linggih menjabat sebagai komisaris menggantikan dirinya. Kita tahu bahwa putranya juga terpilih menjadi anggota DPRD Bali dari partai Golkar periode 2024-2029.