Beritakota.id, Jakarta – Maraknya praktik judi online semakin menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama generasi muda di negara-negara berkembang. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi dan sosial, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam ranah hukum dan kebijakan pemerintah. Regulasi yang masih memiliki celah hukum serta keterbatasan dalam penegakan hukum menjadi faktor utama yang memperumit upaya pemberantasan praktik ilegal ini.
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan merumuskan solusi strategis, Indonesia South-South Foundation (ISS Foundation) menyelenggarakan diskusi bertajuk “Judi Online: Tantangan Multidimensional di Negara Selatan Selatan/Developing Country”, Sabtu (22/2/2025) di Jakarta.
Acara ini menghadirkan sejumlah pakar hukum dan akademisi, termasuk Abdul Fickar Hadjar, S.H., M.H., pakar hukum pidana dan perdata dari Universitas Trisakti; Febri Dirgantara, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & Program Director Monitor Indonesia Research & Consulting; serta Yasmin Nur, Co-Founder Kawal Sidang Indonesia.
Abdul Fickar Hadjar menyoroti aspek hukum dan konsekuensi pidana dari aktivitas judi online, termasuk implementasi regulasi yang ada serta celah hukum yang masih dimanfaatkan oleh para pelaku.
“Kita hidup dalam sistem hukum yang besar, tetapi judi online adalah sistem dalam sistem yang lebih luas. Oleh karena itu, tidak cukup hanya menindak pelaku, tetapi sistem hukum juga harus diperbaiki. Misalnya, bagaimana regulasi yang ada harus diperketat, termasuk dalam aspek pengawasan transaksi keuangan dan teknologi digital. Tanpa pendekatan sistemik, praktik judi online akan terus berkembang dan bahkan dapat menyerang sistem negara itu sendiri,” ujar Abdul Fickar Hadjar.
Saat ini, regulasi yang mengatur perjudian di Indonesia terdapat dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 27 ayat (2) UU ITE yang melarang segala bentuk perjudian, termasuk yang berbasis daring. Namun, kelemahan dalam penegakan hukum, keterbatasan teknologi dalam mendeteksi aktivitas ilegal, serta kurangnya kerja sama lintas negara dalam menangani situs judi online yang berbasis di luar negeri menjadi kendala utama.
Sementara itu, Febri Dirgantara menggarisbawahi bahwa judi online memiliki daya tarik yang kuat sehingga dapat menciptakan ketergantungan finansial dan psikologis bagi para pemainnya.
“Yang dijual oleh industri judi online adalah mimpi. Ketika seseorang kalah, ia ingin mencoba lagi untuk menang, dan ketika menang, ia terdorong untuk bermain lebih banyak. Ini adalah jebakan psikologis yang berbahaya. Oleh karena itu, pendekatan hukum tidak hanya harus bersifat represif tetapi juga preventif, dengan meningkatkan literasi digital serta mengawasi transaksi keuangan yang mencurigakan,” kata Febri Dirgantara.
Pemerintah dan aparat penegak hukum harus mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif, termasuk meningkatkan kerja sama dengan penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir situs perjudian ilegal, serta memperkuat sistem deteksi transaksi mencurigakan melalui perbankan dan lembaga keuangan.
Direktur Eksekutif ISS Foundation, Akbar Azmi Hardjasasmita, menekankan bahwa upaya pemberantasan judi online memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Judi online bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga masalah sosial yang meresahkan masyarakat. Dampaknya tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, tetapi juga menciptakan kerugian psikologis dan moral bagi generasi muda. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membangun kesadaran kolektif serta mengembangkan kebijakan berbasis riset yang dapat menanggulangi fenomena ini secara efektif,” ujarnya.
Selain itu, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi solusi dalam mendeteksi dan mencegah aktivitas perjudian ilegal secara lebih cepat dan akurat. AI dapat digunakan untuk menganalisis pola transaksi keuangan yang mencurigakan serta memonitor aktivitas daring guna mengidentifikasi situs-situs yang terindikasi menyediakan layanan judi online.
Pencegahan judi online memerlukan pendekatan multi-sektor, seperti meningkatkan literasi digital. Menguatkan regulasi dan penegakan hukum, termasuk mengoptimalisasi teknologi dalam penegakan hukum seperti pemanfaatan AI dan big data analytics serta berkolaborasi dengan lembaga keuangan dan penyedia layanan internet.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi digital, ancaman judi online semakin nyata dan perlu diantisipasi dengan pendekatan yang komprehensif. Oleh karena itu, partisipasi aktif dari akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil sangat diperlukan guna menciptakan lingkungan digital yang sehat dan bebas dari aktivitas ilegal. (Herman Effendi/Lukman Hqeem)