Beritakota.id, Jakarta – Pemerintah saat ini tengah membuka kesempatan luas bagi perusahaan BUMN, swasta, dan perorangan yang ingin berbisnis di bidang penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Upaya ini bertujuan untuk mempercepat penyediaan fasilitas pengisian daya Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Pengamat Energi dan Kendaraan Listrik, Eko Adji Buwono, menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik, termasuk memastikan pembangunan SPKLU demi mendukung program transisi energi.
“Pemerintah sangat serius dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Saat ini, pemerintah juga memberikan peluang kepada berbagai investor dan swasta untuk berbisnis kendaraan listrik di Indonesia. Ini menjadi peluang bisnis masa depan,” ucap Eko.
Baca Juga: SPKLU di Jakarta Bertumbuh Signifikan dalam 5 Tahun
Eko menjelaskan bahwa terdapat dua jenis izin usaha pada SPKLU, yaitu Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTL) Terintegrasi atau IUPTL Penjualan. Terdapat juga level pada macam-macam SPKLU, yaitu:
– Level satu: slow charging dengan daya keluaran kurang dari 7 Kilowatt (kW)
– Level dua: medium charging dengan daya keluaran kurang dari 22 kW
– Level tiga: fast charging dengan daya keluaran kurang dari 50 kW
– Level empat: ultra fast charging dengan daya keluaran lebih dari 50 kW
Konektor pada SPKLU juga harus diperhatikan sesuai dengan Pasal 3 ayat 4 Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2023 mengenai kewajiban minimal salah satu tipe konektor SPKLU, yaitu:
– Konektor tipe 2 dengan pengisian ulang arus bolak balik
– Tipe konfigurasi AA series dengan pengisian ulang arus searah
– Tipe konfigurasi FF series dengan pengisian ulang kombinasi arus bolak balik dan arus searah
Eko melanjutkan bahwa pemetaan lokasi dan teknologi pengisian ulang juga sudah diatur dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2023. Di daerah pemukiman, perkantoran, lahan parkir, dan mal atau pusat perbelanjaan lainnya, paling sedikit harus ada satu unit dengan teknologi medium charging. Di daerah sekitar jalan arteri, rest area jalan tol, dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), paling sedikit harus ada satu unit dengan teknologi fast charging.
Pengaturan tarif SPKLU terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Tarif dari PLN ke badan usaha SPKLU (hulu) dengan tarif curah tegangan menengah 20 kilovolt (kV) Rp 714/kilowatt hour (kWh) dan tarif layanan khusus tegangan rendah Rp 1.650/kWh.
2. Tarif ke konsumen atau pelanggan KBLBB (hilir) dengan maksimum Rp 2.475/kWh untuk teknologi slow, medium, fast, dan ultra fast charging.
3. Biaya layanan bagi konsumen pengisian fast dan ultrafast charging, yang bersifat tetap dan dikenakan satu kali setiap pengisian, dengan biaya layanan yang sudah ditetapkan Menteri ESDM dan dilakukan evaluasi tiap dua tahun apabila perlu.
Kewajiban pemegang IUPTLU dalam usaha SPKLU meliputi penyediaan listrik yang andal dan bermutu baik, memenuhi komitmen prasarana dasar sesuai dengan kebutuhan, memiliki sertifikat laik operasi untuk instalasi yang akan dioperasikan, sertifikat kompetensi untuk tenaga teknik, menggunakan peralatan yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), serta menyampaikan laporan pelaksanaan secara berkala setiap bulan Januari dengan bentuk informasi yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.
Keuntungan bagi pemilik instalasi listrik privat dan badan usaha SPKLU pada saat pengajuan penyambungan baru atau perubahan daya tenaga listrik meliputi pembebasan rekening minimum selama dua tahun pertama, keringanan biaya penyambungan, dan keringanan jaminan langganan.
“Kesempatan ini akan terbuka sangat lebar bagi siapa saja yang ingin menjadi pengusaha SPKLU. Kerjasama ini merupakan bentuk komitmen nyata kami dalam menyediakan SPKLU di Indonesia, dan diharapkan dapat mengakselerasi mobilitas masyarakat menuju energi bersih,” terang dan tutup Eko.