Beritakota.id, Jakarta – Rencana pemerintah mengatur larangan impor lintas batas negara atau crossborder produk dengan harga kurang dari US$100 atau sekitar Rp 1,5 juta di e-commerce dinilai terburu-buru dan justru merugikan pendapatan dari sektor pajak.
Sebab itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, rencana tersebut dianggap terlalu tergesa-gesa dan menjadi keputusan spontan tanpa pikir panjang dampak yang akan terjadi jika diterapkan.
Larangan Impor Potensi Pendapatan Negara Hilang Hingga Rp 2,5 Triliun
“Pengangkutan barang lewat pesawat udara dengan crossborder ini adalah pendapatan umum (revenue generator) bagi negara dari sisi pajak. Maka apabila pelarangan ini dilakukan, maka potensi pendapatan negara dari pajak per tahun akan hilang sekitar 1,5 hingga 2,5 triliun,” kata Koordinator MAKI, Boyamin dikutip dari keterangannya, Minggu (27/8/2023).
Menurutnya, tanpa proses resmi seperti crossborder, barang akan melalui importasi yang sulit diawasi dan dikendalikan. Hal ini justru akan menimbulkan banyaknya penyelundupan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di dalam negeri.
Pada muaranya, hal tersebut juga akan merugikan Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) dalam negeri. Sebab, barang impor tetap membanjiri pasar lokal melalui jalur penyelundupan yang lebih murah dari ketentuan crossborber.
“Sejatinya musuh bersama penyebab bangkrutnya UMKM dan industri lain sejak dulu adalah importasi ilegal atau black market yang berakibat predatory pricing dan lainnya,” paparnya.
Baca juga: MenKopUKM Usulkan Tambahan Bea Masuk Impor Lindungi UMKM Lokal
Sebagaimana diketahui, rencana pembatasan impor produk secara cross border dibawah US$100 tersebut akan dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan, larangan penjualan ritel online lewat cross border commerce atau lintas negara dibawah US$100, memang perlu diatur pemerintah agar produk UMKM bisa juara di pasar digital Indonesia.
Menurut Menteri Teten, Jika ritel dari luar negeri langsung menjual produknya ke konsumen, maka UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal dan lain sebagainya.
Menteri Teten menilai aturan ekonomi digital Indonesia perlu segera diperbaiki karena ekonomi digital berkembang begitu cepat.
“Kita perlu belajar dari India, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kalau kita terlambat membuat regulasi maka pasar digital Indonesia akan dikuasai produk dari luar, terutama dari China yang bisa memproduksi barang dengan begitu murah, yang harganya tidak masuk akal,” tegas Menteri Teten