Berikota.id, Jakarta – Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp3,8 triliun untuk memulihkan sektor parwisata dengan sejumlah insentif. Adapun stimulus yang ditetapkan pemerintah adalah berbagai insentif subsidi atau pengurangan pajak penghasilan (PPh).
“Insentif tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri pariwisata yang mencakup perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata serta bidang usaha ekonomi kreatif seperti periklanan, perfilman dan lainnya,” ujar Deputi I Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Febry Calvin Tetelepta dalam webinar tentang Pariwisata dalam Pandemi Covid-19 di Jakarta
World Tourism Organization menyatakan, pariwisata adalah sektor yang paling parah terdampak pandami.
Menurut data dari Kemenparekraf, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia diprediksi menurun menjadi 5 juta orang dari sebelumnya 16 juta orang pada 2019. Sedangkan, jumlah wisatawan nusantara diprediksi turun menjadi 120 juta orang dari 303 juta tahun lalu. Dampaknya, terjadi pendapatan devisa akan turun dari target sejumlah 21 miliar US dollar menjadi 15 miliar US dollar.
Berbicara dalam webinar yang dihadiri sejumlah pejabat kementerian seperti Kemenparekraf, Kemenkeu, Kemenkop UKM dan Kemenko Maritim dan Investasi, Febry menegaskan KSP berperan mensinergikan sejumlah pihak agar sektor pariwisata kembali pulih.
Keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi menjadi sinyal positif dan membangun kepercayaan calon wisatawan. Langkah lainnya adalah membuka kembali sektor pariwisata di Bali secara bertahap mulai Juli lalu. Direncanakan juga pembukaan destinasi wisata lainnya seperti Pulau Bintan, Bangka Belitung serta Banyuwangi di Jawa Timur. “Tentunya pembukaan ini disertai dengan simulasi dan persiapan yang ketat,” ujarnya.
Untuk para pelaku industri parekraf, Febri mengharapkan sikap proaktif dalam mengoptimalkan kebijakan stimulus dan relaksasi yang diberikan oleh pemerintah. Pelaku industri ini juga harus mengubah pendekatan dan strategi berdasarkan perubahan perilaku masyarakat, yaitu dengan cara inovasi dan digitalisasi. Selain itu, pelaku parekraf perlu melakukan optimalisasi sumber daya sesuai potensi pasar. “Fitur-fitur produk komunikasi dan saluran penjualan juga harus menyesuaikan,” tambah Febry.