Beritakota.id, Jakarta – Stimulus yang diberikan pemerintah dinilai tetap akan menjadi penentu pertumbuhan sektor properti dalam negeri. Para pelaku industri properti pun meminta pemerintah untuk melanjutkan sejumlah insentif hingga Desember 2022.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida berharap agar pemerintah dapat memperpanjang insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) khusus sektor properti. Insentif pembelian rumah ini masih berlaku sampai dengan Juni 2022 dengan besaran 50%. Meski demikian, waktu perpanjangan selama enam bulan dipandang pengusaha belum optimal.
“Kami mengajukan insentif ini berlaku sampai akhir tahun 2022 karena pembangunan rumah itu tidak bisa cepat seperti membuat mobil,” ujar Totok di Jakarta, Senin (10/1/2022).
Totok menambahkan, untuk menyelesaikan pembangunan rumah tapak (landed houses) pengembang membutuhkan waktu minimal delapan bulan. Di sisi lain, pengembang juga menghadapi kendala terkait perizinan lahan.
Menurut Totok, penerapan kebijakan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) sebagai pengganti IMB (Izin Mendirikan Bangunan) membuat pengembang tidak bisa membangun. Salah satunya karena banyak daerah yang belum mengeluarkan peraturan daerah terkait PBG, namun masih berpatokan pada IMB. “Perizinan kita belum satupun peraturan daerah yang mengatur PBG sesuai dengan Undang-Undang cipta kerja bahwa IMB diganti dengan PBG,” terangnya.
Totok menuturkan, sulitnya penerapan PBG di lapangan akan menghambat para pengembang perumahan untuk menambah stok perumahannya. Untuk menyelesaikan hambatan tersebut maka semua instansi pemerintah perlu duduk bersama mencarikan solusi.
“Kita sudah sepakat dengan beberapa instansi untuk bersama-sama merapatkan diri supaya ada contoh perda PBG. Kalau sudah ada konsep perda PBG ini akan mempermudah daerah untuk membuat perdanya. Sementara membuat perda butuh waktu juga,” tuturnya.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, insentif PPPN DTP perlu dilanjutkan karena sangat strategis untuk pemulihan sektor properti. Menurut dia, insentif tersebut minimal diperpanjang satu tahun agar pengembang bisa membuat strategi yang lebih baik.
“Permintaan dari kelas menengah bawah juga masih banyak untuk membeli properti. Tren saat ini kalau melihat pasar, mekanismenya lebih ke menengah atas. Kalau insentif ini dicabut, artinya segmen menengah atas agak melambat. Sementara segmen menengah belum naik. Jadi insentif ini perlu diperpanjang karena kalau tidak momentnya akan jadi hilang,” jelasnya.
Dalam laporannya,Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan insentif yang digelontorkan pemerintah sejak Maret 2021 terbukti memberi pengaruh signifikan terhadap perputaran ekonomi di sektor properti. Dalam waktu tiga bulan, kata Marine stimulus tersebut mampu meningkatkan penjualan properti pada kisaran 10-20%, baik untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), menengah, maupun tinggi.
Melihat efek positif yang dihasilkan, insentif dalam bentuk PPPN DTP) dan Relaksasi rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) pun diperpanjang hingga Desember 2021, dan kembali diberlakukan hingga Juni 2022. “Kebijakan ini diyakini dapat menjaga kondisi pasar properti di 2022 tetap stabil. Kebijakan ini juga akan menjadi elemen kunci sektor properti di tahun ini,” ujarnya.