Beritakota.id, Jakarta – Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya, Suhadi meminta dilakukan perombakan besar-besaran pada tubuh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal itu mengingat usai terdapat salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Dr Zain An Najah yang ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri belum lama ini, atas dugaan teroris.
Ia juga mengatakan, perombakan ini menjadi penting ditubuh MUI sebagai organ besar berfusinya semua organ keAgamaan, supaya kedepan tidak ada lagi politik praktis dalam kontek Politik Indentitas. Karena MUI pada tataran itu harus melihat Indonesia adalah rumah besar dalam bingkai Kebinekaan,” ujarnya dengan media.
Selain itu dalam Kontek yang lain, masalah sumber keuangan juga harus terbuka, baik soal aliran dana dalam proses perlabelan sertifikasi halal kepada perusahaan-perusahaan selama ini, maupun sumber sumber dana dari pihak ketiga, karena MUI selain sebagai organ berkumpulnya ulama dari berbagai organisasi Keagamaan, juga sebagai bagian dari peran pemerintah chususnya masalah Sertifikat halal dan untuk itu MUI dapat anggaran dari APBN, sehingga atas dasar itu MUI terbuka kepada publik dan Pemerintah,” ujarnya.
Lanjutnya katanya, bisa saja ada beberapa anggota MUI terlibat teroris, bukan rumahnya yang dibakar, akan tetapi ambil tindakan tegas kepada Anggauta dan pengurus. Sebetulnya benih benih teroriris gampang dibaca, utamanya dari kepribadian seseorang yang cenderung tidak sejalan dengan alam pikiran bangsa Indonesia, chususnya mengenai Pancasila, Kebinekaan dll, dan kalau sudah demikian MUI harus tanggap untuk segera di sikapi,” usulnya menerangkan.
“Setelah saya pelajari ini lini unsurnya orang perorang , pribadi per pribadi. Kalau ada kesalahan terus menerus, harus diadakan perombakan besar-besaran,” ujarnya
Ia menambahkan, MUI itu tempat musyawarah ulama-ulama dalam ormas islam, ada NU ada juga ormas Muhammadiyah, ada sepuluh ormas islam lainnya yang berhimpun di MUI. Tempat orang –orang berkumpul berwawasan, berpikir dan bukan orang sembarangan yang menjadi petinggi di MUI ini karena mereka juga petinggi-petinggi di ormas keislamannya.
Untuk diketahui, Bahwa dalam rangka meligitimasi peran MUI berkaitan produk halal dan haram, pada berkaitan dengan UU tahun 2008 pemerintah telah memasukan MUI dalam undang undang, berkaitan dengan organisasi yang yang boleh mengeluarkan fatwa, dan fatwa yang dimaksud bukan hanya pada masalah halal dan haram pada jenis makanan akan tetapi juga masalah pengurusan di sebuah Bank, khususnya Bank Syariah, dan hal ini terlihat dalam UU Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008
Pasal 32
(1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
Dengan begitu peran MUI di perbankan syariah menjadi penting, sebab pengesahan keberadaan Dewan Pengawas sebelum disahkan di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus terlebih dahulu di rekomendasikan oleh MUI. Tanpa itu Dewan Pengawas tidak dapat disahkan dalam RUPS, dan peran rekomendasi MUI menjadi kebutuhan di sebuah perusahaan perbankan syariah.
Tidak hanya di UU Perbankan Syariah peran MUI, akan tetapi juga di UU No. 33 tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal. Dalam UU 33 Tahun 2014 berkaitan dengan produk halal pada hewan tertuang dalam pasal, 7 hurup c
dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BPJPH bekerja sama dengan:
a. kementerian dan/atau lembaga terkait;
b. LPH; dan
c. MUI.
Selain pasal 7 huruf c undang undang Produk Halal, pada 18 peran MUI sangat besar dalam menentukan serta menerbitkan serfikat halal pada hewan, hal ini tertuang di ayat 2 yang bunyinya sebagai berikut : Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.
Dengan merujuk pada parameter undang undang MUI bukan hanya sebagai organisasi biasa seperti FPI atau HTI yang seketika dapat dibubarkan kapan saja, akan mendapat tantangan besar bukan dari organ itu saja akan tetapi melingkup kepada domain pemeritah khususnya lembaga yang berkait dengan masalah Bank dan kementerian yang berhubungan dengan produk halal dan haram. Karena apabila dibubarkan maka dampaknya akan berimbas pada UU itu tadi dan dalam waktu tertentu ada banyak kekosongan yang terjadi berkaitan dengan cap halal dan haram.