Beritakota.id, Jakarta – Pernyataan kontroversi Presiden Perancis, Emmanuel Macron mengenai kebebasan berekspresi di negaranya tanpa memandang toleransi, mendapatkan kecaman dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi menilai apa yang dikemukakan Macron menciderai perasaan umat muslim di dunia. Kecaman itu dibacakan Jokowi seusai dirinya dan Wakil Presiden Maruf Amin menggelar pertemuan bersama sejumlah pemuka agama terkait teror di Perancis.
Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia, Persekutuan Gereja Gereja Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Persatuan Umat Budha Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Konghucu.
“Bersama dengan para menteri, baru saja membahas perkembangan dunia khususnya terkait dengan persaudaraan antar umat beragama,” ujar Jokowi dalam jumpa pers, Sabtu (31/10/2020).
Indonesia, kata dia, mengecam keras tindakan kekerasan di Paris dan Kota Nice. Tindakan tersebut, kata Jokowi, dapat memecah belah persatuan umat beragama di dunia yang saat ini butuh persatuan untuk menghadapi pandemi covid-19.
“Indonesia juga mengecam keras pernyataan Presiden Perancis yang menghina agama Islam, yang telah melukai perasaan umat islam di seluruh dunia, yang bisa memecah belah persatuan antar-umat beragama di dunia di saat dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi covid-19,” tutur dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut, kebebasan dan berekspresi yang mencederai kesakralan nilai-nilai dan simbol agama, sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan. Dia mengatakan, mengaitkan agama dengan tindakan terorisme adalah sebuah kesalahan besar.
“Terorisme adalah terorisme. Teroris adalah teroris. Terorisme tidak ada hubungannya dengan agama apa pun,” kata Jokowi. Selain itu, Kepala Negara juga mengajak dunia untuk mengedepankan persatuan dan toleransi beragama.
“Indonesia mengajak dunia mengedepankan persatuan dan toleransi beragama untuk membangun dunia yang lebih baik,” katanya. Kontroversi yang diungkapkan Macron berawal dari kasus pemenggalan guru seni yang memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad di sebuah kelas dengan alasan kebebasan berekspresi.
Sepekan setelah kelas tersebut terselenggara, sang guru pun tewas dipenggal kepalanya oleh seorang berusia 18 tahun. Sepekan pascakejadian pemenggalan guru seni tersebut, serangan di Gereja Basilika Notre-Dame.
Lelaki yang membawa senjata tajam menyerang jamaat gereja yang akan melakukan ibadah. Tiga orang tewas, satu dalam keadaan terpenggal. Tiga pelaku ditahan. Kejadian tersebut dinilai kepolisian di Perancis sebagai sebuah aksi terorisme. Macron pun menilai karikatur yang diajarkan dalam kelas seni menjadi bagian dari kebebasan berpendapat.