Reaksi Keras Publik Atas Penambangan Nikel Di Raja Ampat

Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ, (Hermn Effendi/Beritakota.id)

Beritakota.id, Jakarta – Isu penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah menjadi sorotan publik dan media internasional. Viralnya informasi mengenai aktivitas pertambangan ini memicu gelombang kekecewaan dan kemarahan di kalangan masyarakat Indonesia, yang sebagian besar tidak menyadari keberadaan operasi tambang di salah satu destinasi wisata dunia tersebut.

banner 336x280

Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ, menilai reaksi masyarakat ini sebagai hal yang wajar. “Wajar apabila masyarakat Indonesia secara luas tidak mengetahui, di Raja Ampat kok bisa ada tambang nikel dan sudah beroperasi, sudah berapa lama beroperasi? Masyarakat kan tidak tahu, sehingga terkejut dan marah,” ucap Mintarsih, Rabu (11/6/2025).

Ia menyoroti Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Ia menyayangkan adanya kasus-kasus yang menimbulkan kegaduhan nasional, seperti kasus “pagar laut” dan kini penambangan di Raja Ampat, yang mengindikasikan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Jangan sampai kemakmuran hanya dirasakan oleh segelintir orang yang mengeksploitasi kekayaan alam. Jangan malah hanya jadi ajang korupsi, alam menjadi rusak dan rakyat terus hidup dalam kemiskinan serta dibiarkan bodoh,” tegasnya.

Baca juga : Cadangan Nikel Terbesar di Dunia, Indonesia Bisa Jadi Pemain Besar Industri Baterai

Presiden RI Prabowo Subianto sendiri telah mengambil langkah tegas, dimana pada Selasa (10/06), Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi telah mengumumkan bahwa pemerintah secara resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) secara permanen untuk empat perusahaan di Raja Ampat.

“Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau putuskan bahwa pemerintah akan cabut izin usaha pertambangan untuk 4 perusahaan di kabupaten Raja Ampat,” terang Prasetyo Hadi di Istana Negara.

Empat perusahaan yang dicabut IUP-nya adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham.

Secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menambahkan bahwa keempat perusahaan ini juga terancam sanksi pidana. “Memang ada potensi ke sana, karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan di luar norma, ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan,” kata Hanif.

Penanganan terhadap keempat perusahaan tambang ini akan dilakukan melalui tiga pendekatan yakni, pertama adalah proses pidana terkait potensi pelanggaran hukum dalam kegiatan pertambangan. Kedua, administrasi dan sengketa lingkungan guna menyelesaikan aspek legal dan lingkungan. Serta kewajiban melakukan pemulihan lingkungan, meskipun izinnya sendiri telah dicabut, perusahaan tetap diwajibkan untuk memulihkan lingkungan di lokasi tambang.

Hanif menegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kementerian ESDM akan mengawasi ketat proses pemulihan lingkungan ini. “Intinya kegiatan yang telah dilakukan wajib melakukan pemulihan di sana, tidak berarti dicabut kemudian selesai,” tegasnya.

Selain tindakan terhadap empat perusahaan tersebut, Hanif mengklaim akan meningkatkan pengawasan terhadap PT GAG Nikel, satu-satunya perusahaan tambang di Raja Ampat yang izinnya tidak dicabut. Audit lingkungan tambahan akan dilakukan pada operasi tambang perusahaan tersebut.

“Presiden meminta kita meningkatkan pengawasannya. Dalam waktu segera kami akan menugaskan audit lingkungan untuk menambah safeguard dengan volume penambangan di (Pulau) Gag,” jelas Hanif, sembari menyatakan akan mendatangi langsung lokasi penambangan di Pulau Gag.

Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga kelestarian alam Raja Ampat dan memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam benar-benar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. (Herman Effendi)

banner 728x90
Exit mobile version