Beritakota.id, Brebes – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Brebes bersiap menghadapi lonjakan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menyusul pemutusan kerja sama BPJS Kesehatan dengan dua rumah sakit swasta, yakni RS Bhakti Asih Brebes dan RS Bhakti Asih Jatibarang. Untuk mengantisipasi hal tersebut, RSUD Brebes telah mempersiapkan penambahan tempat tidur dan tenaga medis.
Pada Jumat, 20 Desember 2024, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tegal, Chohari, dan Kepala Dinas Kesehatan Brebes, Ineke Tri Sulistyowati, melakukan inspeksi langsung ke RSUD Brebes untuk memastikan kesiapan layanan.
Inspeksi ini dilakukan sebagai respons terhadap lonjakan pasien, terutama pasien hemodialisis, akibat pemutusan kerja sama tersebut.
Dari 36 pasien hemodialisis yang sebelumnya dilayani RS Bhakti Asih, 20 pasien telah ditangani RSUD Brebes, sementara 16 pasien lainnya dirujuk ke RSUI Mutiara Bunda Tanjung.
Baca Juga: Kecurangan JKN, BPJS Kesehatan Putus Kerjasama dengan Dua RS Swasta di Brebes
Chohari menyatakan kunjungannya bertujuan untuk memastikan kelancaran pelayanan bagi pasien JKN yang terdampak.
“Kami memastikan tidak ada kendala pelayanan dan pasien terlayani dengan baik. Hari ini saja ada tiga pasien hemodialisis tambahan dari dampak pemutusan kerja sama dengan RS Bhakti Asih,” ujar Chohari.
Selain ruangan hemodialisis, tim inspeksi juga mengunjungi poliklinik RSUD Brebes.
Direktur RSUD Brebes, dr. Rasipin, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantisipasi lonjakan pasien dengan mengajukan penambahan tempat tidur kepada BPJS Kesehatan dan telah disetujui, sehingga kapasitas tempat tidur meningkat dari 340 menjadi 373 (penambahan 33 tempat tidur).
Selain penambahan sarana, RSUD Brebes juga akan merekrut sedikitnya 55 perawat baru.
“Rekrutmen 55 perawat akan segera dilakukan. Namun, karena RSUD Brebes merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), proses rekrutmen tetap harus mendapat izin dari Bupati,” pungkas dr. Rasipin.
Terkait sanksi terhadap RS Bhakti Asih Brebes dan RS. Bhakti Asih Jatibarang, Kepala Dinkes Brebes, Ineke Tri Sulistyowati, menjelaskan bahwa kedua rumah sakit tersebut dikenai sanksi pemutusan kerja sama minimal 24 bulan, pengembalian potensi kerugian negara sebesar Rp 22 miliar, dan denda Rp 250 juta per rumah sakit.
“Total kerugian negara yang harus dikembalikan mencapai Rp 22 miliar, dan informasi yang kami terima, tagihan tersebut sudah dikembalikan. Selain pemutusan kerja sama dan pengembalian kerugian negara, sanksi juga berupa denda Rp 250 juta per rumah sakit,” jelasnya.