Beritakota.id, Brebes – Keluarga ahli waris Mas Isman mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (17/09/2024) terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Cianjur dan Pengadilan Tinggi Bandung dalam sengketa tanah di Ciloto. Menurut mereka, PT Indo Othaim International, yang mengelola usaha Glamping Sevillage di kawasan wisata Puncak telah melakukan transaksi pembelian tanah mereka dengan cara melawan hukum sehingga transaksi ini tidak sah.
Sengketa ini berawal pada 15 Juni 2023, ketika itu para ahli waris dari Mas Isman yang terdiri dari Eddy Isman, Hayono Isman, Hayani Isman, Maulana Isman, Ananda Isman, dan Ininda Isman menerima panggilan dari PN Cianjur. Gugatan tersebut diajukan oleh Nayef Abdulkareem Al Othaim, Direktur Utama PT Indo Othaim International, terkait kepemilikan tanah seluas 46.710 meter persegi di Ciloto yang tercatat atas nama para ahli waris.
Menurut Hayono Isman mewakili para ahli waris, PT. Othaim telah melakukan pembelian tanah dengan cara melawan hukum. Hal ini didasarkan pada klaim bahwa dokumen yang digunakan saat proses jual beli tersebut, khususnya surat kuasa atas nama ahli waris disebutkan telah dipalsukan.
Selain itu, transaksi pembelian tidak dilakukan di hadapan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, serta harga pembelian tanah dinilai jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tanah yang seharusnya bernilai Rp 700.000 per meter persegi, hanya dibeli seharga Rp 300.000 per meter persegi, dengan total nilai jual sebesar Rp 14 miliar.
Ia juga menuding bahwa dalam proses pembelian tanah, tidak ada pajak yang dibayarkan kepada negara, sehingga transaksi ini berpotensi merugikan negara. Hal ini menguatkan dugaan adanya praktik mafia tanah dalam kasus tersebut.
Dalam sengketa ini, pada tanggal 10 Juli 2024, Pengadilan Negeri Cianjur telah memutuskan untuk memenangkan gugatan Othaim atas dasar “itikad baik pembeli”. Disisi lain, para ahli waris tetap mengajukan bukti-bukti terjadinya pemalsuan dan penyimpangan dalam transaksi tersebut.
Selanjutnya, putusan Pengadilan Negeri Cianjur ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada 5 September 2024. Majelis hakim dari Pengadilan Tinggi Bandung, yang diketuai oleh Muzaini Achmad, menyatakan bahwa dalil yang diajukan ahli waris hanya dianggap sebagai pengulangan dari sidang di Pengadilan Negeri Cianjur, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta hukum baru yang diajukan. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk mendukung keputusan sebelumnya.
Merasa tidak mendapatkan keadilan baik dari keputusan Pengadilan Negeri Cianjur dan Pengadilan Tinggi Bandung, para ahli waris akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Mereka berharap, Mahkamah Agung dapat memeriksa kembali putusan pengadilan dan mempertimbangkan semua bukti dan fakta hukum yang diabaikan sebelumnya. Harapannya putusan Mahkamah Agung dapat lebih adil dan berpihak pada kebenaran hukum, pungkas Hayono Isman.