Beritakota.id, Jakarta – Pengurus DPP Serikat Pekerja PT PLN(Persero) mendatangi Kantor Dewan Pertimbangan Presiden RI dan diterima dengan hangat oleh Kepala Biro Data dan Informasi, M. Arfan Sahib SK yang didampingi beberapa staf, pada Rabu, (20/12/2023) kemarin.
Kehadiran Pengurus DPP SP PLN ini bukan tanpa sebab, karena pihaknya merasa prihatin terkait kondisi pengelolaan kelistrikan yang diduga ada campur tangan dari para oligarki yang ingin segera menjalankan liberalisasi pengelolaan bisnis kelistrikan. Menurut Ketua Umum SP PLN M.Abrar Ali, pihaknya ikut bertanggung jawab agar jangan sampai liberalisasi menjamah ditubuh PLN.
“Ini masalah kedaulatan energi, PLN sebagai perusahaan pengemban amanah kelistrikan akan dikerdilkan, kalau ini terjadi maka negara akan sulit mengendalikan kepentingan para oligarki dan ini sama saja dengan mengkhianati hati rakyat, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan kedaulatan negara,” ujar Ketua Umum SP PLN, M. Abrar Ali dalam siaran pers, Kamis (21/12/2023)
M. Abrar Ali, SH yang didampingi oleh Bendahara Umum, Budi Setianto dan perwakilan dari beberapa DPD SP PLN menyampaikan potensi ancaman bagi PT PLN (Perseroan) diantaranya : Take or Pay pada Independent Power Producer &Over Supply, Photo Voltaic Rooftop (PV Rooftop), Pemanfaatan Bersama aset Jaringan PLN (Power Wheeling),dan Holding subholding (HSH).
Pada akhirnya, nanti masyarakat yang akan menerima dampak jika ancaman tersebut dibiarkan terjadi, dan negara juga akan menanggung dampak berat berupa kenaikan beban APBN.
Hal tersebut dikarenakan akan terjadi kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik, sehingga berdampak pada kenaikan Tarif Listrik konsumen dan atau kenaikan Subsidi Listrik/ Kompensasi pemerintah.
Apalagi diperparah dengan kondisi over supply sistem kelistrikan dan adanya klausul Take or Pay yang mewajibkan PLN tetap berkewajiban membayar kelebihan energi yang tidak dimanfaatkan oleh konsumen.
Skema Power Wheeling
Abrar Ali mensinyalir ada kepentingan oligarki yang bermain karena skema Power Wheeling ini dianggap sarat kepentingan asing dan tidak sejalan dengan kepentingan nasional. Skema ini akan membawa dampak liberalisasi pada sektor transmisi listrik di Indonesia, membuat
transmisi kelistrikan nasional menjadi sistem ganda yang dianggap repot dan secara teknis tidak memungkinkan.
Baca juga: Sukses Uji Coba 100% Biomassa, PLN Lanjutkan Operasi PLTU Sintang 3×7 MW Tanpa Batubara
Pemerintah harus berkomitmen untuk memastikan hadirnya Negara dalam pemenuhan kebutuhan energi bagi rakyatnya. Jika skema power wheeling dimasukkan dalam draft RUU EBET maka akan berisiko pada kenaikan tarif listrik tanpa ada peran negara.
Dalam pertemuan tersebut Abrar Ali memberikan kajian tertulis, dan berdasarkan kajian tersebut DPP SP PLN memohon kepada Dewan Pertimbangan Presiden dapat meneruskannya dengan memberikan masukan, pertimbangan dan pandangan yang tepat dan objektif kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo.
Pertama, Meluruskan kembali pengelolaan sektor Ketenagalistrikan sesuai Amanah Konstitusi (UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Kedua, Menjaga agar masalah Power Wheeling tidak dimasukkan dalam pembahasan RUU EBET, karena pemerintah selaku inisiator RUU EBET sudah mengeluarkannya dari Daftar Inventaris Masalah (DIM). Dan, Ketiga Memastikan Keberpihakan Pemerintah terhadap PT PLN (Persero) selaku BUMN yang menjalankan peran Negara di sektor ketenagalistrikan.
M. Arfan Sahib SK,Kepala Biro Data dan Informasi menyatakan akan menyampaikannya kepada Ketua Watimpres untuk diteruskan ke bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Di ujung pertemuan Ketua Umum SP PLN menyampaikan bahwa jangan sampai PLN ambruk dan dikenang sebagai legacy terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Potensi kerugian negara akan sangat besar. Untuk itu mari kita berjuang bersama, SP PLN selalu siap membantu di posisi depan ataupun belakang,” pungkas Abrar Ali.