Jakarta : Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pencegahan bepergian keluar negeri atas nama Akbar Himawan Buchori. Himawan diketahui merupakan Anggota Dewan Perwakikan Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari Fraksi Golkar.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Jakara menjelaskan bahwa pencegahan bepergian terhadap Himawan tersebut karena semata-mata untuk kepentingan penanganan kasus perkara dugaan Tipikor suap yang diduga melibatkan tersangka Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan non aktif.
“KPK telah mengirimkan surat kepada Ditjen (Direktorat Jenderal) Imigrasi Kemenkumham terkait pelarangan atau pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Akbar Himawan Buchari dalam perkara penyidikan dugaan penerimaan suap,” kata Febri Diansyah di Jakarta (6/11/2019).
Febri menjelaskan, bahwa KPK telah mencegah Akbar Buchari bepergian ke luar negeri selama selama 6 bulan kedepan terhitung sejak 5 November 2019. Menurut Febri, petugas KPK sempat melakukan kegiatan penggeladahan di rumah kediaman Akbar Buchari di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Sementara itu, penyidik KPK sebelumnya telah menetapkan Dzulmi Eldin sebagai tersangka dalam kasus perkara dugaan penerimaan suap. Penyidik KPK dalam kasus ini juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Kedua tersangka tersebut masing-masing adalah Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kepala Bagian Protokoler kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).
Penyidik KPK sebelumnya telah menetapkan Dzulmi Eldin sebagai tersangka setelah yang bersangkutan diamankan dalam operasi penindakan di lapangan atau Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dalam OTT tersebut Dzulmi Eldin ditetapkan sebagai bersama tersangka lainnya yaitu Syamsul Fitri Siregar, Isa Ansyari, ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama, dan Sultan Sholahuddin.
Penyidik KPK memduga bahwa tersangja Dzulmi Eldin diduga telah menerima sejumlah sejumlah uang suap dari tersangka Isa Ansyari. Menurut KPK tersangka Isa diduga tekah memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019.
Selanjutnya pada 18 September 2019, tersangka Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi. KPK menduga bahwa pemberian itu terkait dengan perjalanan dinas Wali Kota Medan Dzulmi Eldin ke Jepang beberapa waktu lalu.