Beritakota.id, Jakarta – Meski pemerintah terus berupaya untuk memberantas praktik judi online, namun fakta di lapangan kasus tersebut masih marak terjadi. Bahkan berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online mencapai Rp 100 triliun pada kuartal I-2024.
Terkait maraknya praktik judi online di Indonesia, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut praktik tersebut juga ada kaitannya dengan fintech peer to peer (P2P) lending secara tidak langsung.
Hal itu bisa dilihat dari adanya kesamaan pencarian kata kunci fintech lending atau pinjaman online dengan zeus slot (proxy judi online). Selain itu, dia bilang fintech lending juga bisa menjadi sarana yang bisa digunakan pemain judi online dalam mendapatkan pinjaman dengan cepat.
Baca Juga: Kemenkominfo Diminta Terapkan Tiga Nilai Berantas Judi Online
“Orang yang kalah judi online juga akan melakukan pinjaman dengan sistem mudah dan cepat, pilihannya fintech lending. Ada juga fintech payment yang menjadi pembayaran judi online. Saya menemukan ketika menyamar jadi pemain judi online saat melakukan riset,” ungkapnya seperti dikutip, Senin (10/6/2024).
Nailul juga tak memungkiri kebanyakan yang melakukan praktik judi online itu anak muda. Bahkan, mereka tak ragu untuk meminjam dana melalui fintech lending hanya demi bermain judi online. Dia menyampaikan ada sejumlah faktor pendukung, termasuk kemudahan proses peminjaman.
“Proses fintech lending sangat gampang, cukup punya KTP, akun digital platform, dan sebagainya, bisa langsung dapat pinjaman di sejumlah platform. Hal itu makin berpeluang, khususnya jika fintech lending tak menerapkan pengecekan kemampuan bayar calon peminjam yang lebih valid,” tuturnya.
Faktor lainnya, yakni sifat konsumtif anak muda. Nailul menerangkan hal itu ditunjukkan oleh data OJK, yang mana untuk saat ini pinjaman konsumtif memakan porsi sekitar 65% dari total pinjaman.
Oleh karena itu, Nailul berpendapat bahwa anak muda harus diberikan pemahaman yang sejak awal terkait literasi keuangan dan digital. Hal itu bertujuan agar mereka tak terjebak untuk meminjam di fintech lending demi melakukan praktik judi online.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut, pihaknya telah menemukan adanya indikasi transaksi judi online melalui fintech lending atau pinjaman online. “Ya, ada. Kami menemukan,” ucapnya.
Ivan menjelaskan, pencairan pinjaman online masuk ke rekening nasabah di bank, sehingga dana bercampur dengan dana lainnya dari nasabah tersebut. Meskipun demikian, dia menyebut tidak dapat diketahui secara pasti jumlah pinjaman online yang masuk untuk judi online.
“Namun, berdasarkan analisis beberapa rekening pemain judi online diketahui bahwa sumber dananya dari pinjaman online,” kata Ivan.
Respon (2)