Beritakota.id, Jakarta – PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) akan mengubah penetapan tarif layanannya. yaitu dari tarif Rp3.500 untuk semua rute dan penumpang, menjadi sistem tiket berbasis akun (account based ticketing/ABT).

Sistem itu akan membedakan tarif untuk warga yang berdomisili atau ber-KTP Jakarta dengan warga yang tinggal di luar Jakarta.

Anggota DPRD DKI M. Taufik Zoelkifli menilai, sistem tiket ABT dalam jangka panjang bisa untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

“Tujuan ABT itu untuk ‘profiling’ (pembuatan profil) penumpang agar jangka panjang supaya tidak macet yakni warga daerah, naik transportasi publik,” kata Taufik di Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Ia menjelaskan, ada perbedaan harga tiket antara warga Jakarta dengan warga luar Jakarta, karena TransJakarta masih disubsidi oleh Pemprov DKI menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.

“TransJakarta itu kan subsidi tapi kemudian yang menikmati tidak bisa dibedakan, sehingga bisa dikatakan yang bayar pajak warga Jakarta tapi yang menikmati warga penyangga,” ujar Taufik.

Baca juga: Dishub DKI Belum Bahas Kenaikan Tarif TransJakarta

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menerangkan tiket berbasis akun (account based ticketing/ABT) bisa mencegah dan meminimalkan potensi penumpang kehilangan saldo.

“Pengguna biasanya kalau pakai kartu dan kartunya hilang itu saldonya ikut hilang. Nah ini dengan ‘account based ticketing’, maka kartunya hilang saldonya tersimpan di aplikasi,” ujar Syafrin di Balai Kota DKI, Senin (25/9).

Ia memaparkan, dengan sistem tiket ABT, data pengguna akan terintegrasi di aplikasi Jaklingko dengan kartu tiket transportasi.

Ketika pengguna kehilangan kartunya, biasanya saldonya akan ikut hilang. Namun, dengan sistem tiket berbasis akun ini saldo tetap tersimpan di aplikasi.

“Sehingga ketika dia mau mengganti kartu, cukup memasukkan kembali ‘id person’ lagi untuk kartunya. Dan otomatis akan kembali saldonya. Jadi tidak akan ada lagi yang kehilangan kartu dan hilang saldonya,” tuturnya.

ABT ini nantinya dibentuk dalam sebuah aplikasi dengan memasang kode batang (barcode) sehingga ada atau tidaknya kartu uang elektronik (KUE), pelanggan akan tetap bisa menaiki moda transportasi selama ada saldo.

Saat ini, sistem tersebut sudah diuji coba di internal Dishub DKI sejak Agustus 2023. Belum ada uji coba secara massal berdasarkan domisili penumpang dan status ekonomi penumpang.

Jika sudah diuji coba secara massal dan data pengguna terkumpul, maka baru bisa mengetahui apakah pengguna angkutan umum itu berdomisili Jakarta atau Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

“Sekaligus penghitungan ‘public service obligation’ (PSO) yang lebih efisien. Sehingga nanti menjadi lebih tepat sasaran untuk PSO-nya,” sebutnya.

Tiket Berbasis Akun Akan Diterapkan di MRT dan LRT

Selain di TransJakarta, sistem tiket berdasarkan domisili ini nantinya juga akan diterapkan di MRT dan LRT.

Adapun tujuan penerapan tiket berbasis akun ini agar subsidi tiket yang digelontorkan di tiga mode transportasi publik milik DKI Jakarta lebih tepat sasaran.

Saat ini, tarif subsidi diterapkan untuk seluruh masyarakat yang menggunakan LRT, MRT dan TransJakarta, baik warga ber-KTP DKI maupun non-DKI.

Pengoperasian TJ, MRT, dan LRT memerlukan biaya total sekitar Rp7 triliun dalam setahun. Pemerintah Provinsi DKI tiap tahun mengeluarkan biaya dalam bentuk PSO sekitar Rp4 triliun agar biaya tiket terjangkau.

Implementasi ABT ini, kata dia, untuk mengefesiensikan subsidi kewajiban layanan publik (public service obligation/PSO) yang diberikan Pemprov DKI dengan menyesuaikan pengumpulan data di lokasi.

“Teknologi dari ABT ini akan kami mainkan, kemudian akan diperhitungkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pemberian PSO ke depannya,” terangnya.