Beritakota.id, Jakarta – Di tengah derasnya arus konten digital yang kerap berlomba-lomba mengejar sensasi, Warintil Official hadir sebagai oase yang menyegarkan. Kanal YouTube asal Medan ini bukan sekadar menyajikan tawa, melainkan juga menyisipkan pelajaran hidup yang kerap terlupakan dengan cara yang jenaka, hangat, dan apa adanya.
Warintil Official berangkat dari sesuatu yang sederhana. Berawal pada 2017, lima sahabat asal Medan, Bagus Sujiwo (Nining), Insaf Putra (Ishayaa), almarhum Purwadi (Rita), Putra Samuel Silitonga (Mumu), dan Irwansyah Damanik (Castle) memulai kiprah mereka lewat siaran langsung di salah satu aplikasi. Karakter Bordir kemudian turut memperkaya dinamika kelompok ini. Baru pada 2019 mereka merambah YouTube, awalnya lewat konten memasak. Namun gebrakan besar datang ketika mereka mengunggah video parodi lagu Thailand yang viral. Sejak saat itu, Warintil mulai dikenal luas dan kanal mereka pun resmi dimonetisasi.
Kini, dengan lebih dari 12 juta subscriber, Warintil telah menjelma menjadi fenomena budaya. Tapi bukan sekadar karena jumlah penonton. Serial andalan mereka, Kontrakan Rempong, menjadi cermin realitas masyarakat urban Indonesia khususnya kelas menengah ke bawah dengan balutan humor yang tajam namun membumi.
Setiap episode adalah potret kehidupan sehari-hari yang dituturkan dengan jujur dan jenaka. Tertawa bersama Warintil bukan hanya soal lelucon semata, tapi juga perenungan akan makna hidup: tentang berbagi di tengah keterbatasan, tentang bahagia dalam kesederhanaan, dan tentang kuatnya persahabatan meski dibalut konflik kecil yang manusiawi.
Mereka menghidupkan kembali nilai-nilai yang mulai pudar dalam keseharian kita, seperti makan bersama walau hanya sepiring, saling membantu tetangga, atau sekadar duduk menertawakan hari-hari yang berat. Dalam kontrakan mereka yang sempit, justru tersimpan kelapangan hati dan kebesaran jiwa.
Tak hanya itu, Warintil juga menyuarakan pesan tentang toleransi dan penerimaan. Setiap karakter memiliki latar belakang, gaya, dan cara pandang yang berbeda, namun bisa hidup berdampingan tanpa harus menyeragamkan diri. Mereka adalah gambaran keberagaman Indonesia dalam bentuk paling autentik dengan logat Medan yang kental, budaya lokal yang kuat, dan nilai-nilai universal yang menyatukan.
Warintil juga menantang standar sosial yang dangkal. Lewat karakter-karakter yang mungkin terlihat nyeleneh di luar, mereka menyampaikan pesan penting: jangan buru-buru menilai orang dari penampilannya. Dalam banyak adegan, justru tokoh yang dianggap aneh atau cerewetlah yang paling tulus, paling peduli, dan paling siap menolong temannya saat butuh.
Persahabatan di antara para tokohnya juga menjadi kekuatan utama. Meski sering ribut soal hal-hal remeh, mereka selalu kembali pada satu hal: rasa saling memiliki. Di dunia yang semakin individualistis, Warintil mengingatkan bahwa dukungan tulus dan kebersamaan tetap jadi fondasi terpenting dalam hidup.
Lebih hebatnya lagi, semua ini mereka lakukan dengan keterbatasan produksi. Peralatan sederhana, lokasi syuting yang sama dari tahun ke tahun, bahkan pernah harus berutang demi membeli kamera. Tapi dari keterbatasan itulah, kreativitas mereka tumbuh subur. Dan dari situ pula, kekuatan Warintil lahir menyuguhkan konten yang jujur, konsisten, dan penuh cinta.
Tentu, jalan mereka tidak mulus. Dari awal menghadapi keterbatasan dana, menghadapi keraguan publik, hingga kehilangan salah satu anggotanya yaitu almarhum Purwadi Warintil telah melewati berbagai ujian. Namun semangat, persahabatan, dan ketulusan membuat mereka terus melangkah, dari kontrakan kecil di Medan menuju hati jutaan penonton di seluruh Indonesia.
Hari ini, Warintil bukan hanya grup komedi. Mereka adalah seniman kehidupan. Melalui tawa, mereka menyampaikan pesan-pesan besar dengan cara yang sederhana. Mengajak kita untuk melihat dunia dari sisi yang lebih manusiawi, lebih penuh kasih, lebih tulus, dan tentu, lebih lucu.
Warintil adalah bukti bahwa tawa bukanlah pelarian dari kenyataan, tapi cara paling indah untuk menjalaninya.
Sejatinya fenomena Warintil ini hanya eksis di kanal sosial seperti YouTube. Mereka tidak akan bisa tampil di lembaga penyiaran publik formal seperti televisi. Pasalnya, Komisi Penyiaran Indonesia selaku lembaga pengawas telah menerbitkan edaran yang melarang lembaga penyiaran publik menampilkan laki-laki yang berdandan seperti perempuan. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan norma dan susila yang ada di masyarakat. Masyarakat diharapkan bisa bijaksana dalam mencari hiburan yang baik. (Herman Effendi/Lukman Hqeem)