Ambang Batas Presiden Dihapus, DPR: Setelah 33 Kali Diuji, MK Ubah Pendirian

Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan

Beritakota.id, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Menurutnya putusan MK ini menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia. Pasalnya, selama ini UU Pemilu membatasi hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari parlemen atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

banner 336x280

“Putusan MK tersebut tentu akan menjadi bagian pertimbangan kami dalam merevisi UU Pemilu dan melakukan constitutional engineering terhadap kehidupan demokrasi konstitusional kita,” kata Ahmad Irawan, Kamis (2/1/2025).

Baca juga: Putusan MK terkait Pilkada, Tidak Menggigit pada Implemtasinya

Anggota Fraksi Partai Golkar itu menilai MK bekerja secara profesional dan independen. “Pendapat saya, putusan MK tersebut bagi kami sebagai pembentuk undang-undang sama saja dengan berbagai putusan MK sebelumnya, yang harus kami hormati karena sifat putusannya yang bersifat akhir dan mengikat (final and binding),” tuturnya.

Meskipun demikian, Wawan-sapaan akrabnya memberikan catatan terhadap putusan MK tersebut kaitannya dengan konsistensi Mahkamah Konstitusi dalam melihat ketentuan presidential thrashold. Hal mana setelah 33 kali pengujian ketentuan tersebut, MK pada akhirnya mengubah pendiriannya.

“Belum tentu yang diputuskan oleh MK dalam proses pengajuan undang-undang itu merupakan suatu kebenaran konstitusional. Sejarah dan waktu yang akan mengujinya,” paparnya.

Alumnus FH UGM itu menilai bahwa ada dua alasan pokok terkait putusan MK tersebut, sehingga pemohon diberikan kedudukan hukum dan dikabulkan. Pertama, terbatasnya alternatif pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang ditawarkan; Kedua, secara faktual dalam beberapa Pilpres terdapat nominasi beberapa partai politik dalam pengusulan pasangan calon sehingga membatasi pilihan pemilih.

Menurut Sekretaris Bidang Kebijakan Politik dan Pemerintahan Dalam Negeri DPP Partai Golkar, jadi dua alasan tersebut yang mendasari MK berpendapat inkonstitusional.

“Nanti perlu kita pelajari lagi secara lengkap putusannya. Putusan MK kan kasus konkrit. Jadi bagus sebagai bahan evaluasi dan penyusunan UU Pemilu ke depan,” pungkasnya.

banner 728x90
Exit mobile version