Beritakota.id, Jakarta – Gelombang PHK besar-besaran terus menerjang Indonesia. Data mengejutkan dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan lebih dari 150 ribu pekerja telah kehilangan pekerjaan hingga Juni 2025, angka yang jauh lebih tinggi dari data resmi pemerintah. Lebih dari 100 ribu di antaranya telah mengajukan klaim manfaat, menunjukkan betapa beratnya dampak PHK ini terhadap kehidupan para pekerja.
Ketua Umum APINDO, Shinta Kamdani, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini. Angka 150 ribu tersebut, yang jauh melebihi angka resmi Kementerian Ketenagakerjaan (42.385 pekerja), menunjukkan bahwa krisis ketenagakerjaan jauh lebih parah dari yang diperkirakan. Ia memperingatkan bahwa badai PHK belum berakhir.
Tarif impor 19 persen dari Amerika Serikat menjadi salah satu biang keladi. Kebijakan ini mengancam industri ekspor Indonesia, terutama sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), yang berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja. “Ini bukan PHK biasa, ini sedang benar-benar berjalan dan masih bergulir,” tegas Shinta.
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten menjadi tiga provinsi terdampak terparah, dengan masing-masing 10.995, 9.494, dan 4.267 pekerja kehilangan pekerjaan. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin membengkaknya angka pengangguran dan dampak sosial ekonomi yang lebih luas. Pemerintah pun dihadapkan pada tantangan besar untuk meredam dampak PHK massal ini dan menciptakan solusi untuk menyelamatkan perekonomian nasional.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan