Badan Pangan Nasional Tegaskan Komitmen Bersama untuk Kurangi Susut dan Sisa Pangan

Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), Arief Prasetyo Adi
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), Arief Prasetyo Adi (Dok.Beritakota.id)

Beritakota.Id, Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan komitmen bersama dengan para pemangku kepentingan pangan untuk menurunkan angka Susut dan Sisa Pangan (SSP).

Hal ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia kepada dunia serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengurangan susut dan sisa pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

banner 336x280

“Hari ini fokus kita adalah pada metode baku perhitungan susut pangan di hulu, dan sisa pangan di hilir. Perhitungan ini bukanlah tujuan utama, melainkan alat yang membantu kita memastikan bahwa susut dan sisa pangan dapat terukur dan terus dikurangi. Kita ingin memastikan bahwa produksi pangan yang sudah diupayakan tidak banyak terbuang, baik di proses produksi maupun di tahap konsumsi,” ucap Arief saat peluncuran Metode Baku Perhitungan Susut Pangan pada Petani dan Metode Baku Perhitungan Sisa Pangan pada Ritel di Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Acara yang digagas oleh NFA bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas ini melibatkan mitra Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL), yaitu Garda Pangan, Parongpong RAW Lab dan World Resources Institute (WRI) Indonesia.

Baca juga: Archipelago Food Festival Favehotel Pamanukan Sukses Digelar Sajikan 250 Hidangan Seafood

Arief menjelaskan bahwa Susut Pangan adalah penurunan kuantitas pangan yang terjadi sepanjang proses produksi, pengolahan, pengemasan, hingga distribusi. Sementara, Sisa Pangan adalah pangan yang masih layak konsumsi namun berpotensi terbuang di tahap distribusi dan konsumsi akhir.

“Akurasi dalam perhitungan SSP sangat penting untuk perencanaan pangan nasional. Kehadiran metode baku yang disesuaikan dengan konteks Indonesia ini akan membantu menghasilkan data SSP yang lebih akurat dan dapat diandalkan,” tambah Arief.

Metode baku ini memungkinkan pemerintah, pelaku usaha pangan, penyedia pangan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan analisis yang lebih tepat sehingga kebijakan yang disusun dapat diarahkan lebih efektif. Hal ini juga membantu menangani titik-titik kritis di sepanjang rantai pasok pangan dan memberikan solusi yang strategis.

Arief juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi permasalahan susut dan sisa pangan. “Sinergi pentahelix, yaitu kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media, sangat penting untuk mengurangi susut dan sisa pangan. Setiap pihak, mulai dari pemerintah, petani, pelaku usaha, ritel, hingga konsumen, harus berperan aktif dalam mencegah pemborosan pangan,” tuturnya.

Baca juga: Bulan UMKM Nasional: Frisian Flag-GrabFood Hadirkan Pangan Lezat dan Sehat

Senada dengan Arief, Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi NFA, Nyoto Suwignyo, menjelaskan bahwa metode ini telah diuji coba di 15 provinsi dengan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

“Saya berharap metode ini menjadi pijakan dalam upaya kolektif kita untuk mengurangi SSP di Indonesia, sekaligus mengurangi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang diakibatkannya,” ungkap Nyoto.

Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas, Jarot Indarto, mengapresiasi inisiatif NFA dalam menangani isu susut dan sisa pangan di Indonesia.

“Metode perhitungan ini merupakan kontribusi nyata Indonesia kepada dunia dalam mengatasi masalah food loss and waste. Kami berharap, metode ini tidak hanya digunakan untuk mengukur, tetapi juga membantu mengubah perilaku pelaku sistem pangan.”

Jarot juga berharap metode baku ini menjadi landasan bagi seluruh pihak untuk merumuskan strategi pengurangan susut dan sisa pangan, sebagai bagian dari transformasi sistem pangan di Indonesia.

Duta Besar Norwegia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rut Krüger Giverin, menyatakan kebanggaannya atas kontribusi Norwegia dalam penyusunan metode ini.

“Kami bangga bisa turut berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi karbon Indonesia, khususnya di sektor pangan dan tata guna lahan. Kami sangat mengapresiasi kerjasama antara Bapanas, Bappenas, dan mitra-mitra terkait,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Sekretariat KSPL, Gina Karina, menjelaskan bahwa metode baku yang diluncurkan ini disusun berdasarkan protokol Food Loss and Waste yang dikembangkan oleh tujuh organisasi nirlaba global pada 2013. Metode ini telah disesuaikan dengan kondisi lokal di Indonesia.

“Kami berharap metode ini menjadi langkah awal untuk mencapai target pengurangan SSP sebesar 50% pada 2030. Dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan agar metode ini dapat terus dikembangkan dan digunakan lebih luas, termasuk di sektor horeka (hotel, restoran, dan kafe),” ungkap Gina.

Berdasarkan data Bappenas, Indonesia menghasilkan susut dan sisa pangan sebesar 115-184 kg per kapita per tahun pada periode 2000-2019. Kerugian ekonomi akibat SSP diperkirakan mencapai 4-5% dari PDB Indonesia setiap tahunnya.

Hadir dalam acara tersebut Plt. Sekretaris Utama NFA Sarwo Edhy, Country Director World Food Programme (WFP), perwakilan dari Kedutaan Besar Denmark dan Chile, Country Project Portfolio Indonesia IFAD, CEO Garda Pangan, serta perwakilan dari berbagai kementerian, lembaga, akademisi, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Dengan peluncuran metode baku ini, diharapkan Indonesia dapat terus berkomitmen dalam mengurangi susut dan sisa pangan, menjaga keberlanjutan lingkungan, serta meningkatkan efisiensi dalam sistem pangan nasional.

banner 728x90
Exit mobile version