Bonus Demografi Harus Dibarengi Budaya Kegemaran Membaca

Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca, di Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024). (Foto: Dok. Perpusnas)
Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca, di Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024). (Foto: Dok. Perpusnas)

Beritakota.id, Tasikmalaya, Jawa Barat-Pernyataan menarik dilontarkan Kepala Perpustakaan Universitas Siliwangi, Budi Riswandi. Apakah bonus demografi yang dimiliki Indonesia bersifat kuantitatif atau kualitatif? Jika dinilai kuantitatif, maka akan menjadi bencana. Namun, jika ingin dinilai dari kualitatif maka harus melek literasi.

“Kita masih terlalu sibuk dengan urusan jargon. Bukan esensi,” ucapnya pada Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca di Tasikmalaya, Jum’at, (1/11/2024).

Budi mencontohkan korban-korban judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Mereka bukannya tidak mampu membaca, namun tidak mampu membaca keadaannya sendiri. Literasi saat ini punyai banyak motif, tapi tetap budaya membaca yang menjadi dasarnya.

Urusan soal bisa membaca, Indonesia sudah termasuk maju. Lain soal jika dari segi literasi, masyarakat Indonesia masih tertinggal. Pegiat literasi Nero Taopik Abdillah menjelaskan salah satu penyebabnya adalah bahan bacaan yang kurang. Tidak banyak institusi yang concern terhadap budaya baca dan literasi.

Baca Juga: Miris, Rasio Literasi di Indonesia Masih Rendah 1 Buku Dibaca 11 Orang

“Diksi literasi untuk kesejahteraan sebetulnya agak berat, karena akan menjadikan literasi sebagai praktek sosial,” ujar Opik, sapaan akrabnya.

Namun, Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas, Adin Bondar, justru mengatakan makna kesejahteraan itu multidimensional. Orang yang literat pasti berbasis ilmu pengetahuan. Kemampuan hidup yang baik harus dilandaskan pada literasi yang kuat agar mampu bersaing.

“Kualitas sumber daya manusia bisa didorong dengan perilaku membaca dan memperbanyak aksesibiltas terhadap ilmu pengetahuan. Karena kemiskinan dan stunting tidak semata-mata dinilai dari indikator ekonomi,” urai Adin.

Justru yang perlu dikedepankan adalah tugas perpustakaan dan TBM untuk mendiseminasi pengetahuan agar dapat dijamah oleh masyarakat agar persoalan kemiskinan dan stunting dapat diantisipasi. Kecakapan literasi selalu berkorelasi dengan kemakmuran.

“Membangun ruang-ruang baca bagi masyarakat dan memberikan pelatihan pada fasilitator daerah seperti pengelola perpustakaan dan taman bacaan adalah tugas pemerintah,” tambah Adin.

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menambahkan bahwa pemerintah wajib mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional, menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sumber belajar masyarakat, menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata, serta ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan, alih aksara, alih suara ke tulisan, dan alih media.

‘’Apa jadinya jika kita tidak memilki perpustakaan? Dipastikan kita tidak punya masa lalu dan masa depan,’’ tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *