Bumil Meninggal karena Tidak Ada Dokter Anestesi, Arzeti: Pemerintah Harus Ada Tindakan   

Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina
Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina

Beritakota.id, Maumere – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Arzeti Bilbina berduka atas meninggalnya seorang ibu hamil (Bumil) bernama Maria Yunita saat hendak melahirkan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Korban dilaporkan meninggal dunia di RSUD Dr. T.C. Hillers, Maumere, Nusa Tenggara Timur. Maria meninggal akibat tidak adanya dokter anestesi yang bertugas untuk membantu proses persalinan anak pertamanya.

“Kami semua berduka cita atas meninggalnya Ibu Maria Yunita. Ketiadaan dokter anestesi, yang jelas-jelas krusial dalam membantu proses persalinan, seharusnya menjadi alarm bagi kita semua bahwa risiko kematian ibu hamil masih sangat tinggi,” ujar Arzeti Bilbina dalam siaran pers yang diterima Beritakota.id, Senin (21/4/2025).

Baca juga: Arzeti Apresiasi Uji BPOM atas Keamanan Galon Guna Ulang Polikarbonat

Informasi yang dihimpun menyebutkan, setelah dirujuk dari Puskesmas Beru ke RSUD Dr. T.C. Hillers, pihak keluarga Maria Yunita mendapati kenyataan bahwa tidak ada dokter anestesi di rumah sakit tersebut. Upaya untuk merujuk pasien ke rumah sakit lain di sekitar Kabupaten Sikka tidak berhasil hingga nyawa korban tidak dapat diselamatkan.

Arzeti menyoroti minimnya ketersediaan dokter spesialis, termasuk dokter anestesi, di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Politisi PKB ini menekankan peran vital dokter anestesi dalam kelancaran dan keselamatan proses persalinan.

“Kehadiran dokter anestesi sangat membantu agar persalinan dapat berjalan lancar, dengan harapan ibu dan bayi yang dilahirkan dalam kondisi sehat dan selamat. Anestesi juga berperan signifikan dalam mengurangi rasa sakit ibu, sehingga pemulihan pasca melahirkan pun diharapkan lebih cepat,” jelasnya.

Legislator dari Dapil Jatim I ini juga menyayangkan ketidakmampuan RSUD Dr. T.C. Hillers dalam mengantisipasi kebutuhan dokter spesialis, terutama untuk kasus persalinan yang membutuhkan penanganan khusus. Ia mengungkapkan keprihatinannya karena kejadian serupa bukan kali pertama terjadi di rumah sakit tersebut.

“Sepanjang tahun 2025 ini saja, kami mendapat laporan bahwa sudah ada lima pasien yang meninggal dunia di RSUD Dr. T.C. Hillers akibat ketiadaan dokter anestesi. Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus ada tindakan cepat dan konkret dari pihak rumah sakit, berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, untuk segera mengisi kekosongan dokter anestesi di sana,” tegasnya.

Arzeti memaparkan data global dan nasional mengenai tingginya angka kematian ibu. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2023, sekitar 260.000 perempuan di seluruh dunia meninggal selama dan setelah kehamilan serta persalinan, dengan 92% di antaranya terjadi di negara berpenghasilan rendah. Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencatat 4.125 kasus kematian ibu.

“Penyebab utama kematian ibu meliputi pendarahan hebat, infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan, aborsi tidak aman, serta keterbatasan fasilitas kesehatan,” katanya.

Arzeti mendesak pemerintah untuk segera melakukan pendataan komprehensif mengenai daerah-daerah yang kekurangan fasilitas kesehatan dan tenaga medis, khususnya dokter spesialis.

Ia menekankan bahwa kesehatan ibu hamil dan anak harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan kesehatan nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *