Beritakota.id, Sidi Bou Said – Akademisi Universitas Indonesia, Rachma Fitriati, dari Center for Innovative Governance dan Social and Cultural Innovation (CIGSC) Fakultas Ilmu Administrasi UI, bersama Prof. Noer Azzam Achsani, Dekan Sekolah Bisnis IPB, Reni Lestari dari BRIN, serta Gufron Albayroni, mahasiswa doktoral Sekolah Kajian Strategik Global UI, melaksanakan kunjungan ke Tunisia. Negara yang terletak di Afrika Utara ini menjadi saksi keberhasilan strategi diplomasi kultural Indonesia, terutama melalui pendekatan “Diplomasi Kopiah” pada Rabu (15/1/2025) lalu.
Dalam kunjungan tersebut, Rachma mengungkapkan kebanggaannya sebagai warga Indonesia. Kopiah yang dikenakan oleh delegasi Indonesia langsung dikenali oleh masyarakat Tunisia sebagai simbol persahabatan. “Kami sering disapa hangat sebagai sahabat tua Tunisia. Bagi rakyat Tunisia, Indonesia adalah rumah kedua,” ujarnya.
Diplomasi kopiah pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 saat bertemu Presiden Tunisia, Habib Bourguiba. Tradisi ini dilanjutkan oleh Dubes Indonesia untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, dengan menggunakan kopiah sebagai simbol kultural untuk mempererat hubungan diplomatik. Kopiah menjadi penanda keislaman sekaligus nasionalisme Indonesia yang diterima hangat oleh masyarakat Tunisia.
“Di Sidi Bou Said, kami disambut remaja Tunisia yang melambaikan tangan sambil meneriakkan, ‘Indonesia, Indonesia.’ Bahkan, pemilik Café des Délices meminta kami berdoa di Maqam Sidi Sabaan. Mereka sangat bangga memiliki Dubes RI yang rendah hati dan religius,” cerita Rachma.
Hal serupa terjadi di Masjid Zaitunah, masjid tertua di Tunisia. Jamaah setempat langsung menghampiri Prof. Noer Azzam dan Gufron Albayroni yang mengenakan kopiah, sambil bangga menunjukkan foto bersama Dubes Zuhairi. “Safir, safir! Indonesia, Indonesia!” ujar salah satu jamaah.
Dubes Zuhairi Misrawi dengan cerdas memanfaatkan soft power melalui pendekatan budaya, pendidikan, dan simbol lokal. Kehadirannya rutin di berbagai media Tunisia seperti TV, radio, dan media sosial menjadi cara efektif untuk memperkenalkan Indonesia.
Dalam diplomasi pendidikan, Dubes Zuhairi secara berkala hadir pada sidang akhir mahasiswa Indonesia di Universitas Zaitunah. Saat ini, lebih dari 320 mahasiswa Indonesia menempuh pendidikan S1 hingga S3 di universitas tersebut. “Kami ingin mereka menjadi Duta Diplomasi Pendidikan dan Budaya di Tunisia,” ungkap Zuhairi.
Delegasi Indonesia juga menghadiri Pameran Kopi Tunisia di Pusat Pameran El Kram. KBRI Tunis memperkenalkan produk unggulan Indonesia seperti Kopi Luwak. “Indonesia mulai dikenal luas di Tunisia melalui kopi,” ujar Zuhairi. Partisipasi Indonesia dalam pameran kopi selama tiga tahun terakhir telah membuka peluang ekspor kopi ke Tunisia.
Keberhasilan Dubes Zuhairi menjadi inspirasi untuk mendirikan Sekolah Diplomasi Indonesia. Rachma Fitriati mendukung gagasan ini dengan menyebutkan pentingnya langkah nyata dari Menteri Luar Negeri untuk merealisasikan kolaborasi dengan perguruan tinggi, khususnya Program Studi Hubungan Internasional.
“Diplomasi kopiah tidak hanya mempererat hubungan politik dan ekonomi, tetapi juga membangun hubungan antarmasyarakat melalui pendidikan, budaya, dan simbol identitas yang diterima secara luas,” tutup Rachma.
Diplomasi soft power ala Zuhairi Misrawi adalah bukti nyata bagaimana Indonesia bisa mengambil tempat istimewa di panggung dunia, khususnya di negara-negara Islam seperti Tunisia. Memperkenalkan Indonesia bukan hanya melalui politik dan ekonomi, tetapi juga melalui nilai-nilai budaya yang mendalam dan bermakna.