Beritakota.id, Jakarta – Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) merilis kajian terbaru yang menegaskan pentingnya sanitasi layak dan akses air bersih dalam pencegahan stunting. Studi ini, bertajuk “Memahami Stunting dari Inti”, menyoroti bahwa upaya pencegahan stunting harus melampaui intervensi gizi semata dan memprioritaskan peningkatan kualitas lingkungan hidup, terutama di daerah dengan risiko tinggi.
Penelitian komprehensif ini dilakukan oleh tim peneliti kedokteran komunitas FKI dan menunjukkan bahwa daerah dengan akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi mengalami tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan sanitasi yang memadai. Temuan ini diperoleh melalui metode systematic review dan analisis data keluarga risiko stunting yang dikumpulkan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F. Moeloek, menekankan pentingnya sanitasi lingkungan dan akses air bersih dalam pencegahan stunting.
“Hasil kajian kami menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk serta sanitasi yang tidak memadai meningkatkan risiko stunting hingga 1,5 kali lipat. Oleh karena itu, pencegahan stunting tidak bisa hanya berfokus pada perbaikan gizi, tetapi juga harus mencakup peningkatan sanitasi dan akses air bersih untuk keberhasilan jangka panjang,” ucapnya, Kamis (19/9/2024).
Baca Juga: Cara Unik Sharp Ajak Bersedekah Melalui Game Food For Good
Lebih lanjut, Nila Moeloek menjelaskan bahwa sanitasi yang buruk menyebabkan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi, seperti diare, yang dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan memperburuk kondisi malnutrisi. “Oleh karena itu, akses yang lebih baik terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sangat penting untuk memastikan tumbuh kembang anak berjalan optimal dan bebas dari risiko stunting,” tambah Nila, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI periode 2014–2019.
Selain sanitasi, kajian FKI juga menemukan bahwa anemia pada ibu hamil berperan signifikan dalam meningkatkan risiko stunting pada anak. Menurut Dr. Ray Wagiu Basrowi, peneliti kedokteran komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), ibu hamil yang mengalami anemia memiliki risiko hingga 2,3 kali lebih besar melahirkan anak dengan stunting.
“Untuk mencegah stunting, kita harus memprioritaskan skrining anemia pada ibu hamil di komunitas, posyandu, dan layanan primer. Selain itu, pemberian tablet tambah darah dan asupan nutrisi yang kaya zat besi dan protein juga harus dioptimalkan,” ujar Ray. Menurutnya, intervensi ini harus menjadi fokus utama, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki prevalensi anemia dan stunting yang tinggi.
Kajian FKI juga menyoroti bahwa keluarga dengan risiko stunting lebih banyak terkonsentrasi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang memiliki keterbatasan akses terhadap fasilitas sanitasi dan air bersih. Ini menjadi perhatian khusus, mengingat tantangan yang dihadapi masyarakat di wilayah ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan daerah perkotaan.
Stunting yang ditandai dengan pertumbuhan anak yang lebih pendek dari standar usianya akibat kekurangan gizi kronis—tidak hanya memengaruhi kondisi fisik anak, tetapi juga berdampak pada perkembangan kognitif, prestasi akademik, dan produktivitas ekonomi di masa depan. Menurut data Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia masih mencapai 21,6% pada anak di bawah usia lima tahun, yang menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
“Stunting adalah masalah kesehatan yang serius. Selain merusak kualitas hidup anak-anak, ini juga menghambat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan,” kata Nila Moeloek. Ia menyerukan adanya kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat implementasi kebijakan yang berfokus pada sanitasi dan air bersih, khususnya di daerah-daerah terpencil.
FKI merekomendasikan tiga langkah strategis dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia, yaitu:
1. Peningkatan akses air bersih dan sanitasi – Program sanitasi dan air bersih harus diperluas, terutama di daerah 3T, agar anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan bebas dari risiko infeksi.
2. Optimalisasi skrining dan pencegahan anemia – Intervensi skrining anemia dan pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil harus lebih dioptimalkan di komunitas. Ini termasuk peningkatan asupan nutrisi yang kaya akan protein dan zat besi.
3. Peningkatan kualitas pelayanan antenatal (ANC) – Peningkatan layanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi dini risiko anemia dan malnutrisi pada ibu hamil sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih awal.
Kajian FKI ini memberikan panduan yang jelas bahwa pencegahan stunting membutuhkan pendekatan yang komprehensif, mulai dari intervensi gizi hingga peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan menggabungkan upaya peningkatan akses air bersih, sanitasi yang layak, dan penanganan anemia, diharapkan angka prevalensi stunting dapat ditekan secara signifikan. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat dibutuhkan untuk mewujudkan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif di masa mendatang.