Beritakota.id, Jakarta – Kabar duka datang dari Herman Lantang yang dikabarkan meninggal dunia, Senin (22/3/2021). Kabar meninggalnya Herman Lantang disampaikan oleh para sahabat diantaranya aktor Lukman Sardi melalui Instagram @lukmansrd
“Pagi ini dapat kabar duka.. Bang Herman Lantang telah berpulang.. sejarah hidup gue nggak terlepas dari sosok ini.. di saat waktu itu gue kembali ke dunia film gue langsung dipercaya memerankan sosok Bang Herman di film Gie,” tulis Lukman Sardi dikutip.
Dia mengatakan dari pembuatan film itu Lukman kemudian sangat mengenal Herman Lantang.
“Sosok yang kecintaannya kepada Alam dan Bumi Indonesia yang luar biasa.. persahabatannya dengan Gie yang tak pernah hilang .. sosok yang selalu bersemangat di situasi apapun .. ayah dan suami yang mengasihi keluarganya dan sosok yang punya komitmen dan dedikasi tinggi.. terima kasih ya Bang Herman yang sudah mengijinkan aku memerankan Bang Herman.. bahkan bukan hanya sekedar mengizinkan tapi juga membawa aku jadi salah satu bagian dari hidup bang Herman .. Rest In Love Bang Herman Lantang,” tulis Lukman Sardi.
Sebagai informasi, Herman O Lantang adalah mantan mahasiswa jurusan Antropologi di FSUI dan juga mantan Ketua Senat Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 60an.
Herman O Lantang juga salah satu pendiri Mapala UI dan pernah menjabat sebagai ketuanya pada tahun 1972 – 1974. Herman Lantang adalah sahabat dari Soe Hoek Gie yang pernah menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno pasca G30 S dan semasa Tritura.
Sampai sebelum film biografi “GIE” muncul di layar perak, tak banyak orang yang menggubris kehadiran tokoh yang satu ini, kecuali, lagi – lagi, komunitas pencinta alam, yang sangat mengagungkan sikapnya yang tetap rendah hati.
Sebenarnya, pria tua yang kini lebih banyak menghabiskan sisa hidupnya di rumah, dilahirkan di sudut kota kecil Tomohon, sebuah kota administrasi di provinsi Sulawesi Utara, 67 tahun silam. Dalam buku baptisnya ia diberi nama: Herman Onesimus Lantang. Kegemarannya terhadap alam pun mulai timbul ketika ayahnya yang saat itu berprofesi sebagai tentara sering mengajaknya keluar – masuk hutan di kawasan Tomohon untuk berburu. Dari situ, lambat laut, kecintaannya terhadap hutan yang sarat aroma sarasah dan petualangan timbul.
Lalu, setelah tamat dari Europrrshe Lagere School SR GMIM4 ( setaraf SD ), Herman kecil melanjutkan ke SMPK Tomohon. Herman mulai hijrah ke ibukota bersama orangtuanya yang saat itu di pindahtugaskan ke daerah baru. Kemudian di Jakarta inilah ia melanjutkan kembali pendidikan formalnya, ketika di terima di SMA 1 ( Budi Utomo ) pada tahun 1957.
Tak puas sampai disitu, Herman mulai melirik perguruan tinggi yang menurutnya akan memberikan sistem pendidikan terbaik. Saat itu, di tahun 1960, melalui segudang test yang cukup rumit, ia pun berhasil di terima di Fak. Sastra Universitas Indonesia, JurusanAnthropologi yang banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia sejak mulanya. Melalui jurusan ini pula ia sempat melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada tahun 1972, yang mengantarkannya mencapai gelar sarjana penuh.
Selama menjadi mahasiswa, pribadi yang tangguh dengan idiologi sosialisnya mulai terbentuk. Melihat banyak rekan – rekan seangkatannya yang lebih memilih jalur politik praktis untuk mencapai kemapanan. Ia dan rekan lainnya malah memilih alam sebagai media pengembangan diri. Menurutnya, hanya di alam kita bisa mengenal karakter masing – masing yang sebenarnya. Tak ada yang tersembunyi. Di alam pula kita bisa memupuk rasa solidaritas dan kecintaan terhadap ciptaan Tuhan yang bisa dinikmati.
“Politik tai kucing”, Begitu tutur Herman Lantang, sahabat Soe Hok Gie ketika senat mahasiswa tidak menjadi sesuatu seperti harapan Soe serta kawan – kawannya yang lebih memilih menikmati film dan naik gunung bukan serta – merta mengidentifikasi dirinya dalam organisasi mahasiswa tertentu di dalam kampus. Dalam jurnal harian Soe yang kemudian dibukukan dan dicetak oleh LP3ES “Catatan Seorang Demonstran”, Gie juga menulis bahwa politik itu kotor.
Respon (1)