Pertama, Dana Desa yang tahap I sudah habis.
”Jadi kan ada yang salurkan Dana Desa masuk RKDes itu bulan Januari akhir sudah mulai masuk sementara kebijakan BLT Dana Desa itu April, jadi Januari Februari Maret bisa saja pencairan termin pertamanya sudah terpakai untuk Padat Karya Tunai Desa untuk kegiatan-kegiatan sebelum ada Covid-19, sehingga masih nunggu penyaluran Dana Desa tahap berikutnya,” terang Mendes PDTT.
Kedua, kesulitan geografis.
”Kalau normal itu kan tiap bulan sedangkan untuk yang sulit geografisnya bisa saja 3 bulan sekali diserahkan ke desa ke penerima Keluarga Penerima Manfaat sehingga tidak membutuhkan tahapan yang berkepanjangan karena memang akan ada kesulitan di dalam konteks geografisnya,” ungkap Mendes PDTT.
Ketiga, ada desa yang belum menyalurkan BLT karena nunggu izin kepala daerah.
”Kasus ini terbanyak di Banten. Jadi desa sudah siap dana sudah siap tapi kepala daerahnya belum mengizinkan karena mau dibarengkan dengan Bansos yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Maunya bareng tapi enggak segera cair sehingga ada beberapa desa yang cukup lumayan lah di Banten ini,” ujarnya.
Keempat, munculnya data baru dari jaring pengaman sosial lain.
”Misalnya tadi dari daerah ada jaring pengaman sosial juga, nah datanya baru selesai ternyata tumpuk dengan data yang sudah dibuat oleh tim relawan desa berdasarkan pendataan baru, nah akhirnya harus bongkar lagi,” imbuhnya.
Kelima, pembuatan buku rekening bank yang sangat lambat.
”Jadi ada beberapa daerah yang pakai cashless kemudian bekerja sama dengan Himbara ternyata penerbitan buku tabungan itu sehari dibatasi 50 buku tabungan,” jelas Mendes PDTT.
Ini, menurut Mendes PDTT, terjadi misalnya di Jawa Tengah ada di Kabupaten Jepara, kemudian di Provinsi Lampung, dan ada beberapa daerah kabupaten yang sampai hari ini masih cukup lambat karena pakai cashless ternyata banknya tidak seperti yang diharapkan.
”Kemudian ada juga pencairan dana di bank dibatasi karena memang mungkin ini bank daerah kalau ini, duit cash-nya terbatas. Kemudian ada juga kasus Kades dan perangkat desa kena positif Covid-19 sehingga prosesnya agak terhambat gara-gara mulai Kades-nya sampai perangkat desanya kena Covid-19,” terangnya.
Faktor penghambat lain, menurut Mendes PDTT, tarik menarik antara keinginan warga dengan keputusan pemerintah desa.
”Warga ingin dibagi rata tapi pemerintah desa jelas enggak berani, artinya dibagi rata ya 200-an atau 300-an yang penting rata sementara aturannya harus Rp600 ribu. Nah ini yang juga satu faktor kenapa masih ada yang belum tersalurkan,” jelasnya.
Faktor banjir, Mendes PDTT juga terjadi di Aceh misalnya sehingga beberapa agak terhambat karena sempat banjir.
Ia juga menyampaikan ada desa yang memang tidak tersalurkan BLT DD-nya, misalnya di Kabupaten Malang, karena memang sudah disepakati di desa itu meskipun ada yang berhak menerima tetapi dicukupi oleh warga desa yang kaya.
Ada juga sudah ter-cover, sambung Mendes PDTT, dengan BST (Bantuan Sosial Tunai)-nya masuk bagus, kemudian PKH, Bantuan Pangan Non Tunai sehingga BLT Dana Desa tidak digunakan.
Evaluasi terkait dengan besaran target capaian, Mendes PDTT sampaikan bahwa di simulasi awal akan meng-cover BLT Dana Desa akan 12.347.000 KPM BLT Desa, tetapi di dalam pelaksanaannya menurun karena memang kebanyakan BLT Dana Desa ini digunakan untuk penutup, pengisi rongga-rongga kosong ketika BST, PKH, dan BPNT enggak dapat baru diisi BLT Dana Desa.
Kemudian untuk kegiatan desa tanggap Covid-19, menurut Mendes PDTT, sampai dengan data per 16 Juni terpakai Dana Desa total Rp3 triliun dengan jumlah relawan 1.851.000 relawan.
Pada bagian akhir, Mendes PDTT sampaikan bahwa regulasi terkait dengan perpanjangan BLT Dana Desa 3 bulan berikutnya Juli, Agustus, September, tanggal 16 kemarin sudah diselesaikan.
”Sudah keluar dari Kemenkumham Nomor 7 tahun 2020 perubahan atas Permendes Nomor 11 yang isinya perpanjangan penyaluran BLT Dana Desa 3 bulan berikutnya Juli, Agustus, September dengan nilai Rp300 ribu per Keluarga Penerima Manfaat,” pungkas Mendes PDTT