Indonesia Berduka, 100 Dokter Wafat Terpapar Corona

Beritakota.id, Jakarta – Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Dokter yang gugur akibat terpapar virus corona saat bertugas terus bertambah. Hingga kemarin atau setelah enam bulan pandemi melanda, 100 dokter wafat.

Mendengar kabar duka ini, para dokter, tokoh masyarakat, hingga rakyat biasa, menyampaikan doa dan belasungkawa. Alfatihah…

Kabar 100 dokter gugur akibat corona pertama kali disampaikan Humas PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Halik Malik dalam keterangan tertulisnya ke media, kemarin.

Halik menjelaskan, dalam dua hari terakhir, ada dua dokter yang meninggal. Mereka adalah dr Daud Ginting yang meninggal Minggu dan dr Edwin Parlindungan Marpaung yang meninggal kemarin.

Keduanya berdomisili di Medan, Sumatera Utara. “IDI mencatat, dokter yang meninggal dunia dengan Covid-19 sudah genap 100 orang,” kata Halik.

Tak lama setelah itu, akun Twitter IDI, @PBIDI, mengunggah sebuah poster ucapan belasungkawa Ketum PB IDI dr Daeng M Faqih atas wafatnya para dokter itu.

“Sejawat sekalian, sejawat dokter yang gugur dalam penanganan Covid-19 sudah mencapai 100. Demikian juga petugas kesehatan lainnya yang gugur juga bertambah,” kata Daeng, dalam poster tersebut.

Masih dalam poster itu, Daeng juga meminta agar perjuangan para dokter yang telah meninggal itu dapat mengilhami dan menjadi teladan bagi semua pihak agar tetap berkomitmen menjalankan pengabdian kepada kemanusiaan.

“Dan kita juga agar tidak putus-putusnya berdoa bagi semua kawan-kawan sejawat kita sebagai garda terdepan yang sedang berjuang membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan pertolongan dalam perawatan Covid-19,” kata Daeng.

Untuk mencegah semakin banyak dokter yang gugur, Daeng meminta pemerintah menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD). Selain itu, Daeng mengimbau rumah sakit menyusun jadwal jaga petugas medis yang piket supaya tidak kelelahan dan berisiko tertular Covid-19.

Ia juga meminta pihak rumah sakit memberikan kebijakan khusus bagi petugas kesehatan yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid dan berisiko tinggi untuk sementara tidak praktik, atau sangat dibatasi.

“Rumah sakit didorong melakukan pemeriksaan PCR rutin kepada petugas kesehatan agar terpantau ketat dan tidak terjadi penularan luas di rumah sakit,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *