Beritakota.id, Jakarta – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengakui, banyak barang asal China bisa dijual murah di e-commerce Indonesia. Menurut Nailul, hal itu terjadi lantaran biaya produksi China yang lebih efisien ketimbang produksi UMKM dalam negeri.
“UMKM kita ini lebih banyak menggunakan biayanya untuk tenaga kerja dibandingkan biaya modal untuk produksi barang,” jelas Huda dalam diskusi virtual, Jumat (19/2/2021).
Di samping itu ongkos kirim barang dari China ke Indonesia juga cukup murah dibandingkan dengan biaya logistik antara pulau di Indonesia.
Hal ini salah satunya disebabkan infrastruktur pelabuhan Indonesia yang belum memadai sehingga tarif angkut menjadi mahal.
“Pelabuhan kita sendiri belum efisien. Belum efisiennya di mana sih? Kalau kapal, misalnya kirim barang dari Jakarta angkut lemari ke Papua, tapi dari Papua kita enggak bisa bawa apa-apa, ini menyebabkan cost kirim barangnya jauh lebih mahal,” terangnya.
Kombinasi dua hal itu lah, menurut Huda, yang membuat barang asal China bisa banting harga di Indonesia.
“Cost logistik bisa murah ditambah lagi dengan cost barangnya juga murah, itu merupakan kombinasi yang tepat,” imbuhnya.
Di sisi lain, penyedia platform e-commerce dalam negeri tidak bisa melakukan pembatasan terhadap para pedagang asal China. Pasalnya, barang murah yang dijual di e-commerce mereka akan memancing banyak konsumen yang tentunya akan menguntungkan.
“Platform e-commerce itu dia butuh yang namanya valuasi. Itu buat apa sih? Supaya bisa dapat pendanaan agar bisa operasional. Nah, makanya, mereka platform ini tidak bisa juga menyediakan full untuk produk produk UMKM lokal,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Huda, dalam fenomena Mr Hu yang ramai diperbincangkan belakangan ini, masyarakat tak bisa serta merta menyalahkan pengelola e-commerce.
Konsumen juga turut andil atas munculnya fenomena tersebut. Terlebih tak ada ketentuan yang melarang pedagang asal China merambah pasar Indonesia lewat e-commerce.
“Berapa tahun yang lalu, China juga mengadakan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN. Nah itu juga salah satu masuk ke situ juga, akhirnya mereka tidak ada restriksi masuk ke Indonesia walaupun itu dia barang ritel,” ujarnya.
Sebelumnya, fenomena ‘Mr Hu’ muncul di media sosial, salah satunya Twitter. ‘Mr Hu’ diduga merupakan seller dari China yang menjual berbagai produk yang kelewat murah di Indonesia melalui Shopee. Hal ini dikhawatirkan bakal membunuh para UMKM.
Hal itu membuat netizen di media sosial riuh. Mereka mencuitkan tagar #SellerAsingBunuhUMKM hingga #ShopeeBunuhUMKM.
Menanggapi hal itu, Menkop UKM Teten Masduki segera bertemu dengan perwakilan manajemen Shopee Indonesia pada Kamis (18/2/2021) lalu. Dalam pertemuan itu, manajemen memaparkan data jumlah penjual lintas batas (crossborder) seperti ‘Mr Hu’ hanya sekitar 4.000 atau 0,1 persen dari total 4 juta penjual aktif di Shopee.
Sementara jumlah penjual berskala UMKM masih mendominasi di Shopee, yaitu 3,92 juta atau 98,1 persen dari total 4 juta penjual aktif. Sisanya merupakan penjual berskala pedagang besar atau seller resmi (official store) dari produsen besar.
“Shopee berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan serta keberlangsungan bisnis para pelaku UMKM di Indonesia dengan memberikan sorotan khusus melalui inisiatif dan inovasi yang dihadirkan sejak awal Shopee berdiri,” ungkap Head of Public Policy and Government Relations Shopee Indonesia, Radityo Triatmojo dikutip dari keterangan resmi dari Kementerian Koperasi dan UKM.