Kolaborasi Danone dan INA Ajak Masyarakat Putus Rantai Anemia Lintas Generasi

Beritakota.id, Jakarta –  Pembangunan kesehatan merupakan investasi utama dalam pembangunan sumber dayamanusia yang berkualitas dan berdaya saing. Pemerintah melalui KementerianKesehatan menetapkan arah pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya promotif preventif.

Cara ini dianggap dapat memberikan dampak yang lebih luasdan lebih efisien dari sisi ekonomi. Merayakan Hari Gizi Nasional, DanoneIndonesia memperkuat kontribusinya melalui peningkatan kesadaran masyarakatmengenai pentingnya nutrisi dan edukasi lintas generasi untuk mewujudkanIndonesia sehat.

Di tengah tantangan kesehatanglobal yang saat ini terjadi, isu pemenuhan malnutrisi masih menjadi ancamankesehatan jangka panjang bagi masyarakat Indonesia. Masalah gizi, baik gizi kurangatau gizi lebih, dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit lain,khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular.

Menurut Riskesdas 2018,angka stunting kita mencapai 30,8% dan telah mencapai peringkat 4 dunia.Sedangkan  48,9% ibu hamil, 32% remaja 15-24, dan 38,5% balita mengalamianemia. Secara global, sekitar 50-60% angka anemia disebabkan oleh defisiensizat besi atau biasa disebut Anemia Defisiensi Besi (ADB).

Dr. dr. Diana Sunardi, M.Gizi.,Sp.GK, Spesialis Gizi Klinik dari Indonesian Nutrition Association (INA) dalamwebinar publik yang mengusung tema “Peran Nutrisi dalam Tantangan LintasGenerasi” menjelaskan bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi tiga bebanmasalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekuranganzat gizi mikro seperti anemia.

Seseorang dengan kondisi Anemia Defisiensi zatBesi (ADB) berisiko melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR), stunting,komplikasi saat melahirkan dan risiko lainnya. Padahal kondisi ADB sendiridapat terjadi lintas generasi dan dapat diturunkan sejak remaja, ibu hamil,anak dan seterusnya. Pada kasus balita dan anak, ADB bermula dari kurangnya zatgizi mikro pada 1000 HPK. Dampaknya berpengaruh pada tumbuh kembang anak yangterganggu, penurunan aktivitas fisik maupun kreativitas, serta menurunnya dayatahan tubuh sehingga meningkatkan risiko infeksi. Sedangkan pada kasus remaja,ADB dapat menurunkan produktivitas dan kemampuan akademis.

“Kondisi ADB pada kehamilan usia remaja juga rentan terhadap keselamatan dan kesehatan ibu danbayi. Oleh karena itu, urgensi perbaikan gizi masyarakat sebaiknya difokuskanpada 1000HPK dan usia remaja,” ujar Dr.Diana.

Kondisi ADB yang terjadi padapenderita membawa pengaruh jangka pendek dan jangka panjang bagi tiap-tiapgenerasi. Jika ditarik benang merah, kondisi ini merupakan ancaman besarmengingat dampaknya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia di masadepan. Di sisi lain, negara dituntut untuk dapat menciptakan generasi dengandaya saing global. Sehingga terdapat urgensi untuk memutus mata rantai anemialintas generasi.

Dr. Diana menyebutkan,“Intervensi melalui pemenuhan nutrisi dan edukasi secara menyeluruh merupakanupaya yang dapat dilakukan dalam memutus mata rantai anemia baik di lingkup individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Pada anak di atas satu tahun,pencegahan anemia dapat dilakukan dengan memberikan gizi seimbang termasuk pangan makanan dan minuman yang mengandung zat besi maupun mikronutrien lainyang mendukung penyerapan zat besi seperti vitamin C. Sedangkan  padaremaja dapat dilakukan melalui penanaman pola hidup sehat, yaitu mengonsumsimakanan yang bersih, sehat, dan bergizi seimbang.

Selain itu juga dapatdiberikan suplementasi tablet tambah darah (TTD). Tablet tambah darah adalahsuplemen gizi dengan kandungan zat besi setara dengan 60 mg besi elemental dan400 mcg asam folat.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *