Konselor Laktasi di Perusahaan Efektif Bantu Pekerja Menyusui

Foto Kiri ke Kanan: Dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, atau yang akrab disapa Dr. Tiwi dan Dr. Ray sekaligus Kepala Health Collaborative Center (HCC), Minggu (11/8/2024).
Foto Kiri ke Kanan: Dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, atau yang akrab disapa Dr. Tiwi dan Dr. Ray sekaligus Kepala Health Collaborative Center (HCC), Minggu (11/8/2024).

BERITAKOTA.id, JAKARTA – Disahkannya Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak (UU KIA) membawa angin segar bagi perlindungan hak-hak ibu pekerja yang sedang menyusui.

Menyikapi hal ini, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, pakar kedokteran kerja dan peneliti kedokteran komunitas, menegaskan bahwa meskipun ada regulasi ini, perusahaan sebenarnya memiliki kewajiban moral dan otoritas untuk mendukung pekerja perempuan yang sedang menyusui. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menyediakan konselor laktasi melalui program yang komprehensif di tempat kerja.

banner 336x280

Menurut Dr. Ray, konselor laktasi di tempat kerja tidak harus berasal dari tenaga kesehatan. Mereka bisa dalam bentuk motivator menyusui yang diberikan pelatihan, baik dari sumber daya manusia di perusahaan atau bahkan sesama karyawan.

”Penelitian telah banyak membuktikan bahwa peran pendampingan dan motivator laktasi di tempat kerja sangat efektif meningkatkan perilaku laktasi pekerja,” ucap Dr. Ray yang juga menjabat sebagai Kepala Health Collaborative Center (HCC), Minggu (11/8/2024).

Baca juga: Dr.Ray W Basrowi: Ibu Menyusui Bisa Tetap Sukses Menyusui dan Bekerja

Lebih lanjut, Dr. Ray menekankan pentingnya penerapan Model Promosi Laktasi yang berbasis waktu kerja fleksibel, didukung oleh konselor laktasi, serta penyediaan fasilitas pendukung yang memadai.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa elemen-elemen pendukung ini dapat meningkatkan kesuksesan menyusui dan produktivitas ibu pekerja hingga 2 hingga 3 kali lipat. Selain itu, dukungan keluarga dalam bentuk berbagi peran juga terbukti dapat meningkatkan kualitas pengasuhan dan keberhasilan menyusui,” tambahnya.

Dalam konteks yang sama, Dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, atau yang akrab disapa Dr. Tiwi, seorang pakar kesehatan anak, menekankan pentingnya kebijakan perusahaan yang mendukung ibu pekerja yang menyusui.

“Ibu yang bekerja saat ini juga menjadi bagian penting dari ekonomi keluarga. Oleh karena itu, ketika mereka harus kembali bekerja dan tetap ingin membantu nafkah keluarga, mereka harus didukung oleh kebijakan perusahaan, seperti menyediakan fasilitas menyusui, dukungan konselor atau motivator laktasi, serta memberikan kebebasan untuk menyusui atau memerah ASI selama jam kerja,” tegas Dr. Tiwi, yang juga merupakan penulis buku Sang Anak.

Dr. Tiwi juga menambahkan bahwa dukungan di tempat kerja harus proporsional, mengingat kebutuhan klinis ibu menyusui.

“Ibu pekerja harus benar-benar diberi kebebasan untuk memompa ASI. Secara klinis, ASI harus diperah atau dikosongkan secara rutin, paling tidak setiap dua jam sekali. Jadi, jangan hanya menunggu waktu makan siang,” ucap Dr. Tiwi, yang juga aktif sebagai anggota Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Sejumlah pakar sepakat bahwa implementasi cuti 6 bulan yang diatur dalam UU KIA harus memperhatikan fleksibilitas penerapannya di tempat kerja, terutama bagi pekerja pabrik. UU KIA adalah tonggak penting dalam perlindungan kesehatan dan kesejahteraan ibu pekerja, sehingga perlu didukung oleh semua pihak.

Dengan dukungan yang tepat, diharapkan perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang ramah bagi ibu menyusui, yang tidak hanya mendukung kesehatan ibu dan anak tetapi juga meningkatkan produktivitas di tempat kerja.

banner 728x90
Exit mobile version