Beritakota.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi Bank Jabar dan Banten (BJB). Lima orang tersangka tersebut terdiri dari dua orang pejabat Bank Jabar Banten dan tiga orang dari pihak swasta.
“Tersangka terdiri dari dua orang pejabat Bank Jabar Banten dan tiga orang dari pihak swasta,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo dalam konferensi pers pada Kamis (13/3).
Dua pejabat tersebut adalah YR, selaku Direktur Utama BJB, dan WH, sebagai Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB. Sementara itu, tiga tersangka dari pihak swasta merupakan pemilik agensi iklan.
Mereka adalah ID, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; S, pemilik agensi PSJ dan WSPA; serta SGK, pemilik agensi CKMB dan CKSB.
Baca Juga: Bank BJB Salurkan 100 Water Filter Kepada Pemkab Bekasi
Budi menjelaskan, dalam periode 2021 hingga pertengahan 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank sebesar sekitar Rp 409 miliar yang dikelola oleh Divisi Corsec.
Dana tersebut digunakan untuk biaya penayangan iklan di media televisi, cetak, dan online melalui kerja sama dengan enam agensi yang disebutkan sebelumnya.
“Tiga orang tersebut masing-masing memiliki dua agensi yang ditunjuk sebagai vendor untuk penempatan iklan oleh Bank Jabar Banten,” jelas Budi.
Rincian penerimaan dana oleh masing-masing agensi adalah sebagai berikut: PT CKMB menerima Rp 41 miliar, CKSB Rp 105 miliar, PT Arteja Mulyatama R p99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp 81 miliar, PT PSJ Rp 33 miliar, dan PT WSPA Rp 49 miliar.
Menurut Budi, KPK menemukan adanya pelanggaran ketentuan dalam proses penunjukan agensi tersebut.
Modus Operandi Pengerjaan Fiktif Capai Rp 222 Miliar
Selain itu, modus penempatan iklan yang dilakukan enam agensi tersebut tidak sesuai dengan pembayaran yang dilakukan oleh BJB ke agensi dan pembayaran agensi ke media yang menayangkan iklan.
Dari total dana Rp 409 miliar, setelah dipotong pajak, tersisa sekitar Rp 300 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 100 miliar digunakan untuk pekerjaan yang sesuai dengan realisasi di lapangan. Namun, Budi menegaskan bahwa KPK belum melakukan penelusuran detail terkait nilai pekerjaan tersebut.
“Adapun yang tidak real atau fiktif, nilainya diperkirakan mencapai Rp 222 miliar selama periode 2,5 tahun tersebut,” ungkap Budi.
KPK akan terus mendalami kasus ini untuk memastikan kerugian negara dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi tersebut