Beritakota.id, Jakarta – Sebagai Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta memiliki banyak gagasan yang perlu dikaji dalam relevansinya dengan perkembangan koperasi saat ini. Pemikiran Bung Hatta memberi wawasan berharga bagaimana idealnya koperasi dibangun dan dikembangkan.
Hal itu diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada acara webinar Bedah Buku Karya Lengkap Bung Hatta “Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat” yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Senin (12/7).
Menurut Teten, tulisan Bung Hatta banyak membahas tentang individualitas dan solidaritas, sebagai esensi dari koperasi. Yakni, upaya bagi orang/individu memberdayakan dirinya sendiri (self help) melalui kerja sama (berko-operasi), dan memiliki solidaritas tinggi antara satu dengan yang lain.
“Koperasi memiliki karakteristik khas sebagai suatu sistem nilai, falsafah, dan organisasi yang bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggotanya meskipun banyak permasalahan yang timbul, baik dari sisi tata kelola organisasi, usaha, ataupun bisnis,” papar MenkopUKM.
Bagi Teten, pemikiran Bung Hatta menekankan bahwa koperasi tidak hanya berperan sebagai lembaga ekonomi, namun juga sebagai lembaga pendidikan yang salah satunya terkait pendidikan antikorupsi bagi anggota.
“Semangat berkoperasi ditranslasikan sebagai bentuk resistensi terhadap praktik individualisme dan kapitalisme. Di mana dalam usaha koperasi, prinsip kekeluargaan dan gotong royong menjadi dasar guna mencapai kesejahteraan bersama,” tegas Teten.
Namun, seiring waktu, Teten mengakui bahwa banyak pemasalahan yang dihadapi koperasi sehingga cita-cita untuk mewujudkan koperasi sebagai sokoguru ekonomi Indonesia belum tercapai.
“Karena koperasi belum sepenuhnya menjadi pilihan utama kelembagaan ekonomi rakyat,” tandas Teten.
Untuk itu, lanjut Teten, perlu peningkatan partisipasi anggota, indeks pembangunan manusia, dan ekosistem usaha yang mendukung agar koperasi menjadi lembaga usaha pilihan masyarakat.
Seperti diketahui, partisipasi masyarakat Indonesia untuk menjadi anggota koperasi masih rendah dengan hanya sebesar 8,41%, masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 16,31%.
Meskipun ada juga daerah yang tingkat partisipasinya tinggi seperti di Provinsi NTT yang penduduknya sudah mencapai 50% dah juga Provinsi Kalimantan Barat.
“Saya ingin mengajak LP3ES untuk meneliti mengapa di Provinsi NTT dan Kalimantan Barat tingkat keinginan masyarakat untuk berkoperasi cukup tinggi,” ulas MenkopUKM.
Teten pun mencontohkan banyak koperasi yang sukses, bukan hanya sebagai lembaga usaha, juga sebagai entitas sosial bagi anggotanya. Di antaranya adalah Koperasi Produsen Baitul Qiradh Baburrayyan, yang menguasai pasar ekspor 345,6 ton Kopi Arabica Gayo ke pasar Amerika Serikat dan Eropa.
“Ini satu-satunya koperasi yang memiliki akses penjualan kopi langsung ke Starbucks,” ucap Teten.
Koperasi sukses lainnya adalah Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) yang pada 2018 menduduki peringkat 94 dari 300 koperasi besar dunia. Kisel dapat menjadi prototype koperasi modern dengan diversifikasi usaha tinggi dan memiliki 5 anak usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak di bidang penyaluran tenaga outsourcing, MICE, office support, infrastruktur, telekomunikasi, dan digital business solution.
Ada juga Koperasi Benteng Mikro Indonesia yang tidak hanya sukses membesarkan bisnis/usaha, namun juga memberikan kontribusi sosial yang besar melalui program Hibah Rumah Siap Huni/HRSH. Dari tahun 2015 hingga akhir Maret 2021 sebanyak 293 rumah diserahkan kepada anggota dan non anggota.
Oleh karena itu, Teten menegaskan bahwa upaya rebranding koperasi sebagai entitas bisnis yang modern, kontributif, dan kompetitif, terus dillakukan melalui beberapa strategi pengembangan koperasi.
Antara lain pengembangan model bisnis koperasi melalui korporatisasi pangan, pengembangan Factory Sharing dengan kemitraan terbuka agar terhubung dalam rantai pasok, hingga pengembangan Koperasi Multi Pihak.
“Juga, penguatan kelembagaan dan usaha anggota koperasi melalui strategi amalgamasi atau spin off dan split off,” jelas Teten.
Di samping itu, pengembangan korporatisasi pangan melalui koperasi (arahan Presiden dalam Rapat Terbatas tanggal 10 Desember 2019) bersinergi dengan K/L, Pemerintah Daerah, mitra, dan stakeholders lainnya untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Teten menambahkan, beberapa program korporatisasi melalui koperasi yang sedang dikembangkan antara lain pengembangan komoditas kacang koro di Sumedang, sayur-mayur dan buah-buahan di Ciwidey, Bandung (Jawa Barat), komoditas pisang di Tanggamus (Lampung), Bener Meriah (Aceh), Lumajang (Jawa Timur), dan Garut (Jawa Barat) yang bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah, dan PT Great Giant Pineapple.
Begitu juga dengan pengembangan komoditas udang Vaname di Muara Gembong, Bekasi (Jawa Barat) dan udang Windu di Pinrang (Sulawesi Selatan) yang bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Lebih lanjut, pengembangan peternakan sapi perah dan susu di Batu, Malang (Jawa Timur) dan Pengalengan, Bandung (Jawa Barat) bekerja sama dengan K/L dan Industri Pengolahan Susu (IPS).
“Selain itu, ada pengembangan komoditas ayam dan telor yang bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Perlu dilakukan pengembangan industri peternakan melalui koperasi di wilayah-wilayah dengan kasus stunting tinggi,” imbuh MenkopUKM.
Teten pun meyakini, dengan membaca buah pemikiran Bung Hatta, kita dapat memperoleh inspirasi dan wawasan pengembangan koperasi yang sesuai dengan pemikiran dan semangat awalnya.
Rakyat Mandiri
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Meutia Hatta selaku perwakilan dari Keluarga Bung Hatta mengatakan, membangun ekonomi rakyat bagi Bung Hatta adalah prioritas untuk mengangkat martabat rakyat dan menjadikan rakyat mandiri.
Mengutip kalimat Bung Hatta pada halaman 19-20 dari buku 6 KLBH yang dibahas ini, rahasia koperasi terletak pada dua tiang, yaitu solidaritas dan individualitas.
“Jika hilang salah satu dari kedua itu, tidak sempurna jalannya,” kata Meutia.
Meutia mengatakan, bangsa Indonesia yang mau menempuh jalan ini sebagai perusahaan ekonominya, mesti memperlihatkan dasarnya itu.
“Keduanya tidak didapat seperti itu saja, melainkan dengan didikan,” tukas Meutia.
Terkait koperasi Indonesia yang belum terdaftar dalam daftar 300 koperasi besar dunia, Meutia tetap bangga karena memiliki 100 koperasi besar Indonesia yang diterbitkan Majalah Peluang,
“Pada saatnya nanti, kalau kapitalisme dan liberalisme sudah meredam, nama koperasi Indonesia pasti muncul dalam 300 koperasi besar dunia. Dan itu kita harapkan waktunya tidak lama lagi,” kata Meutia Hatta.
Sementara itu, Dewan Redaksi Buku Karya Lengkap Bung Hatta, Emil Salim, mengatakan, gagasan yang diambil Bung Hatta adalah bangunan ekonomi bukan PT, tetapi koperasi dan dalam koperasi didasarkan suatu semangat gotong royong, semangat masyarakat.
“Lahirlah gagasan koperasi sebagai usaha bersama, yang membangun kesejahteraan bersama bukan untuk modal melainkan kebersamaan dan gotong royong, kata Bung Hatta,” pungkas Emil.
Respon (1)