Beritakota.id, Jakarta – Harga minyak merosot untuk hari ketiga berturut-turut ke level terendah dalam 16 minggu pada perdagangan di hari Rabu (01/10/2025) karena penutupan (Shutdown) pemerintah AS memicu kekhawatiran tentang ekonomi global, sementara para pedagang memperkirakan lebih banyak pasokan minyak akan masuk ke pasar dengan rencana peningkatan produksi oleh OPEC+ bulan depan. Harga minyak mentah berjangka Brent turun 68 sen, atau 1,0%, menjadi $65,35 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 59 sen, atau 0,9%, menjadi $61,78. Itu adalah penutupan terendah untuk Brent sejak 5 Juni dan untuk WTI sejak 30 Mei.
Ada pandangan analis, menyebutkan bawha pertumbuhan produksi minyak AS akan terhenti jika harga tetap mendekati $60 per barel, karena lebih sedikit lokasi pengeboran yang menguntungkan pada level tersebut. Sementara keyakinan lain menunjukkan bahwa OPEC+ akan meningkatkan produksi pada bulan November dengan jumlah yang hampir sama dengan kenaikan 500.000 barel per hari pada bulan September, bahkan ketika permintaan AS dan Asia mulai menurun.
OPEC+, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan produsen sekutu seperti Rusia, dapat sepakat untuk meningkatkan produksi minyak hingga 500.000 barel per hari pada bulan November, tiga kali lipat dari peningkatan yang dicapai pada bulan Oktober, karena Arab Saudi berupaya merebut kembali pangsa pasar. Namun, OPEC menyatakan bahwa kabar untuk meningkatkan produksi sebesar 500.000 barel per hari itu menyesatkan. Mereka justru menekankan perlunya mencapai kepatuhan penuh pada anggota OPEC+ terhadap perjanjian produksi minyak dan pemangkasan produksi tambahan yang diwajibkan oleh beberapa anggota untuk mengkompensasi kelebihan kuota sebelumnya pada pertemuan hari Rabu.
Harga minyak juga tertekan oleh peningkatan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan minggu lalu. Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan ada kenaikan 1,8 juta barel minyak mentah ke dalam pasokan selama sepekan hingga 26 September, melampaui perkiraan analis sebesar 1,0 juta barel dalam jajak pendapat Reuters. Walaupun di hari Selasa, American Petroleum Institute telah melaporkan pengeluaran pasokan 3,7 juta barel dalam sepekan tersebut.
Kekurangan bahan bakar di Yaman telah menyebabkan kekurangan jangka panjang, bersamaan dengan perang yang telah merusak infrastruktur listrik nasional secara parah. Pada akhirnya, stok minyak mentah naik menyusul penurunan ekspor, yang tidak terlalu tinggi dan dapat menandakan melemahnya permintaan. Akibatnya aksi jual terjadi cukup besar, ditambah dengan penutupan pemerintahan dan ekspektasi bahwa hal itu dapat memperlambat ekonomi dan menurunkan permintaan.
Baca juga : Khawatirkan Perang Dagang, Harga Minyak Turun
US Shutdown
Pemerintah AS menutup sebagian besar operasinya pada karena perpecahan partisan yang mendalam menghalangi Kongres dan Gedung Putih mencapai kesepakatan pendanaan. Badan-badan pemerintah telah memperingatkan bahwa hal ini akan menghambat rilis laporan ketenagakerjaan bulan September yang diawasi ketat.
Gedung Putih memperingatkan bahwa PHK pekerja akan segera terjadi seiring hari pertama penutupan pemerintah berlangsung, meskipun Wakil Presiden JD Vance bersikeras bahwa belum ada keputusan akhir yang dibuat.
Sementara itu, dilaporkan bahwa aktivitas manufaktur AS sedikit meningkat pada bulan September, meskipun pesanan baru dan lapangan kerja menurun karena pabrik-pabrik bergulat dengan dampak tarif besar-besaran Presiden Donald Trump.
Disisi lain, kawasan konsumen minyak terbesar di dunia – Asia, menunjukkan data aktivitas pabrikan di bulan September mengalami kontraksi. Ini semakin menambah kekhawatiran tentang prospek permintaan bahan bakar kedepan.
Fokus pasar juga melihat potensi gangguan pasokan dan ekspor di Rusia akibat serangan Ukraina. Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengatakan bahwa situasi pasokan bahan bakar di pasar domestik secara keseluruhan terkendali, sementara beberapa wilayah mengalami kekurangan bahan bakar.
Selisih harga minyak mentah Ural dengan Brent tetap stabil pada hari Rabu, sementara pemuatan minyak dari tiga pelabuhan utama Rusia di barat melonjak 25% pada bulan September dibandingkan bulan Agustus, karena penghentian kilang akibat serangan pesawat nirawak Ukraina membebaskan lebih banyak minyak mentah.
Di Venezuela, anggota OPEC yang terkena sanksi AS, ekspor minyak rata-rata mencapai 1,09 juta barel per hari pada bulan September, level bulanan tertinggi sejak Februari 2020.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan