Pendiri AJI Pertanyakan Penelitian Ilmiah JPKL Soal BPA Galon Guna Ulang

Beritakota.id, Jakarta – Salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang juga penulis buku dan mantan jurnalis Harian Kompas dan Trans TV, Satrio Arismunandar, mempertanyakan keabsahan penelitian ilmiah yang dilakukan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) soal kandungan Bisfenol A (BPA) yang ada dalam galon guna ulang.

Menurutnya, apa yang sudah dilakukan JPKL ini sudah di luar ranah jurnalistik.
 
“Saya heran, sebagai wartawan, kok JPKL masih terus ngotot dan enggan menerima penjelasan BPOM dan pakar keilmuan yang sudah mengatakan bahwa air minum galon guna ulang itu aman dikonsumsi. Apalagi sampai membuat sebuah penelitian segala. Itu uangnya darimana,” kata Satrio mempertanyakan. 
 
Seperti diketahui, baru-baru ini JPKL mengaku telah melakukan “eksperimen” atau “penelitian ilmiah” untuk mendukung klaimnya sendiri bahwa BPA yang ada di dalam galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan. Mereka mengutarakan membeli enam galon AMDK di minimarket untuk diuji. Pada dua galon, tidak dilakukan treatment apa pun. Dua galon lain dijemur selama seminggu, sedangkan dua galon lainnya lagi dijemur secara ekstrem selama 56 hari. Setelah itu, enam galon itu diserahkan JPKL ke sebuah laboratorium independen, TUV NORD Indonesia Laboratories, untuk dianalisis.
 
Menurut JPKL, hasil analisis laboratorium itu membuktikan, terjadi migrasi BPA dengan besaran di atas ambang toleransi yang diizinkan BPOM. Tingkat migrasi BPA pada sampel galon isi ulang yang diteliti berkisar antara 2 hingga 4 parts per million (ppm). Sementara, batas toleransi BPOM sebesar 0,6 ppm.
 
“Tapi, klaim JPKL itu ternyata dibantah sendiri oleh TUV NORD Indonesia Laboratories. TUV Nord Indonesia  mengatakan, uji lab yang dilakukannya tidak bisa dijadikan landasan untuk membuat kesimpulan tentang kadar BPA dalam galon guna ulang yang beredar di pasaran. Hal itu karena, sampel galon yang digunakan itu berasal dari konsumen, dalam hal ini JPKL. Jadi, dari sisi cara pengambilan sampel dianggap tidak bisa mewakili galon yang beredar di pasaran,” tukas Satria.
 
Asisten Manajer Sales TUV NORD Indonesia Laboratories, Angga S Tp bahkan menegaskan, pihaknya bukanlah lembaga penelitian, tetapi sekadar penguji sampel. TUV hanya laboratorium independen yang menganalisis sampel atas permintaan para customer, dan bukan lembaga yang melakukan penelitian.
 
Dari penjelasan TUV NORD Indonesia Laboratories, kata Satrio, terlihat bahwa klaim-klaim bombastis yang disebarkan JPKL melalui media online adalah klaim sepihak yang jauh dari kebenaran. “Kalau JPKL mengklaim bahwa kesimpulan yang dibuatnya didasarkan pada eksperimen atau penelitian ilmiah, tapi nyatanya terlihat bahwa dari metode yang dilakukannya sendiri tidak layak disebut ilmiah,” katanya.
 
Dari apa yang sudah dilakukan JPKL ini, Satrio melihat bahwa JPKL itu organisasi wartawan yang tidak punya kapasitas, apalagi kredibilitas, sebagai lembaga penelitian. Hal itu terihat dari cara pengambilan dan pemilihan sampel galon yang hanya diketahui oleh JPKL dan tidak ada lembaga independen manapun yang terlibat dalam proses ini.  “Jadi TUV Nord Indonesia sebenarnya cuma diperalat, agar bisa dipinjam namanya untuk membuktikan secara ilmiah tentang bahaya BPA di air galon isi ulang,” ucapnya.
 
Sebelumnya, dari kajian ilmiah kandungan BPA galon guna ulang ini sudah pernah disampaikan peneliti dari IPB, Dr Eko Hari Purnomo, yang menegaskan bahwa BPA itu tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya. Jadi, menurut Eko, air di dalam galon itu bisa dibilang aman dikonsumsi.
 
BPOM RI juga telah memberikan pernyataan resmi dan menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.
 
Namun, Satrio melihat selama ini JPKL tetap kukuh dengan kengawurannya. Menurutnya, dari hasil penelitian abal-abal yang dilakukannya, JPKL kemudian tinggal mengemas konferensi pers atau diskusi, yang mengundang keterlibatan pihak ketiga yang polos dan tidak paham konteksnya seperti LSM pemerhati kesehatan anak, dan sebagainya. “Keterlibatan mereka sebenarnya cuma diperalat JPKL untuk publikasi yang lebih keren,” tuturnya.
 
Satrio mengatakan dari cara-cara yang dilakukan JPKL ini menimbulkan banyak pertanyaan. “Agenda apakah sebenarnya yang dibawa JPKL, karena tindakan JPKL yang sok melakukan penelitian ilmiah sebenarnya sudah di luar ranah jurnalistik?

Mengapa mereka begitu ngotot memperjuangkan klaim bahaya BPA dalam air galon isi ulang? Apakah JPKL sebenarnya cuma menjadi alat dari persaingan dagang yang tidak sehat untuk mengunggulkan produk tertentu?” tukasnya.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *