Saksi Kasus Emas Antam Mengaku Terima Uang Tunai, Dolar Hingga Mobil Mewah

Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Beritakota.id, Jakarta – Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa Budi Said kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Persidangan kali ini menghadirkan Misdianto, seorang tenaga administrasi di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 ANTAM, yang memaparkan rincian transaksi pemberian uang dan barang dari terdakwa melalui perantara bernama Eksi Anggraini.

Misdianto, dalam kesaksiannya, mengakui pernah menerima sejumlah uang dan kendaraan dari Budi Said pada periode Maret hingga April 2018. “Saya menerima uang tunai, kendaraan Kijang Innova, serta sejumlah uang dalam bentuk dolar AS melalui Eksi,” ujar Misdianto di hadapan Majelis Hakim.

Pengakuan ini mengungkapkan adanya interaksi yang tidak wajar antara pihak terdakwa dan saksi yang melibatkan barang bernilai tinggi di luar transaksi resmi yang tercatat. Jaksa Penuntut Umum pun menilai pemberian uang dan kendaraan ini dapat menjadi indikasi adanya kesepakatan atau kerja sama tertentu di luar prosedur formal perusahaan.

Baca Juga: Kasus Emas ANTAM, Saksi Kunci Sebut Permintaan Kekurangan Emas Hasil Rekayasa Budi Said

Tidak hanya itu, Misdianto juga mengakui dalam transaksi antara Budi Said dan Antam, terdapat beberapa kali transaksi di mana jumlah emas yang diserahkan kepada Budi Said ternyata lebih besar daripada jumlah yang tertera di faktur resmi.

“Terdapat transaksi Budi Said dengan jumlah 100 kg emas tetapi uang yang masuk hanya Rp25 miliar atau setara dengan 41 kg emas. Ada juga selisih 152,8 kg di Butik Surabaya, itu merupakan akumulasi dari penyerahan berlebih kepada Eksi Anggraeni,” ungkap Misdianto.

Dalam kesempatan itu Misdianto juga mengungkapkan adanya dugaan manipulasi dokumen dalam transaksi pembelian emas oleh terdakwa. Salah satunya yakni penggunaan surat keterangan yang awalnya ditujukan untuk keperluan perbankan, namun kemudian dialihfungsikan sebagai alat bukti dalam gugatan perdata ‘Crazy Rich’ Surabaya tersebut terhadap ANTAM.

“Surat keterangan yang dibuat pada 16 November tersebut sebenarnya tidak benar. Awalnya, saya diberitahu bahwa surat ini untuk keperluan perbankan, tetapi akhirnya digunakan untuk gugatan perdata terhadap ANTAM,” jelas Misdianto.

Pernyataan Misdianto ini sejalan dengan kesaksian Eksi Anggraeni, broker dalam transaksi pembelian emas oleh Budi Said di BELM Surabaya 01 ANTAM yang juga dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Eksi mengungkapkan, surat keterangan terkait kekurangan 1.136 kg emas dari BELM Surabaya 01 awalnya akan digunakan untuk pengajuan limit ke bank.

Namun, belakangan diketahui bahwa surat ini digunakan oleh Budi Said sebagai dasar gugatan perdata terhadap ANTAM dengan dalih kekurangan serah emas sebesar 1.136 kg. Hal ini diketahui Eksi dari penasihat hukumnya saat dia masih dalam tahanan atas kasus dugaan korupsi di BELM Surabaya 01 ANTAM.

Fakta ini dinilai penting karena pada sidang perdata antara Budi Said dan ANTAM, dugaan manipulasi surat ini belum terungkap secara jelas.

Lemahkan Gugatan Perdata

Menanggapi fakta baru dalam persidangan pidana Budi Said, Ahli Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai kesaksian ini dapat melemahkan dasar gugatan perdata Budi Said terhadap ANTAM. Sebab, surat keterangan tersebut menjadi salah satu bukti dalam gugatan perdata yang diajukan Budi Said.

“Keterangan saksi bisa melemahkan bukti gugatan Budi Said. Karena, keterangan saksi itu merupakan alat bukti, selain keterangan ahli, bukti surat, dan petunjuk,” kata Fickar saat dihubungi wartawan.

Menurut Fickar, meski keterangan Eksi telah melemahkan dasar gugatan Budi Said, namun terkait apakah kesaksian ini bisa membatalkan gugatan perdata Budi Said, Fickar menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada majelis hakim yang berwenang memutus perkara.

“Keterangan saksi tersebut memang sudah melemahkan dasar gugatan Budi Said terhadap ANTAM, tetapi keputusan perdata sepenuhnya berada di tangan hakim,” jelas Fickar.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,16 triliun, yang terdiri dari Rp 92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 pada pembelian kedua.

Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No. 1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *