Beritakota.id, Jakarta – Sulawesi Utara (Sulut) menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan mutu perpustakaan daerah. Hal ini terwujud melalui Lokakarya Pemutakhiran Instrumen Akreditasi Perpustakaan Tahun 2025 yang diselenggarakan di Manado pada Senin (13/10/2025). Acara ini dihadiri oleh 116 peserta dari berbagai jenis perpustakaan di seluruh kabupaten/kota Sulawesi Utara, termasuk asesor dan perwakilan perpustakaan umum, khusus, sekolah, dan perguruan tinggi.

Kepala Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz, menegaskan bahwa transformasi perpustakaan menjadi kunci dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kreativitas, dan inovasi masyarakat.

“Akreditasi bukan lagi sekadar kepatuhan administratif, tapi penilaian atas kinerja nyata perpustakaan,” ujarnya. Aminudin menekankan bahwa proporsi penilaian kini 70% berbasis kinerja dan hanya 30% pada kepatuhan fisik, sehingga perpustakaan yang aktif dan berdampak akan mendapatkan nilai tinggi.

Dalam kesempatan tersebut, Aminudin juga menyoroti pentingnya penguatan budaya baca untuk meningkatkan kecakapan literasi masyarakat. Meskipun tingkat kegemaran membaca di Sulut sudah mencapai 72% (lebih tinggi dari rata-rata nasional 63%), data tersebut perlu dicermati lebih lanjut untuk memastikan akurasi. Standarisasi dan akreditasi perpustakaan menjadi salah satu dari tiga fokus utama Perpusnas, selain penguatan budaya baca dan pelestarian naskah Nusantara. Dukungan konkret dari Perpusnas untuk Sulut meliputi 27 mobil perpustakaan, 9 pojok baca, dan bantuan bahan bacaan di 600 lokasi.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Utara, Teresia Tenden Sompie, mengapresiasi kegiatan lokakarya ini. “Saya menyambut baik kegiatan ini karena perannya besar, khususnya dalam peningkatan kemampuan calon asesi akreditasi perpustakaan untuk mewujudkan SDM unggul dan Indonesia maju,” tuturnya.

Direktur Standardisasi dan Akreditasi Perpusnas, Made Ayu Wirayati, menjelaskan bahwa pemutakhiran instrumen akreditasi tahun 2025 merupakan perubahan ketiga yang menekankan penilaian berbasis kinerja. Struktur komponen disederhanakan dari sembilan menjadi enam, meliputi koleksi, sarana prasarana, pelayanan, tenaga, penyelenggaraan, dan pengelolaan.

Meskipun baru sekitar 6,6% dari 219 ribu perpustakaan di Indonesia yang terakreditasi (mayoritas perpustakaan sekolah), Perpusnas terus berupaya meningkatkan angka ini melalui digitalisasi sistem akreditasi, pemberdayaan asesor daerah, dan pendampingan gratis. “Tujuannya adalah menyamakan persepsi antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan pemangku kepentingan terkait penerapan instrumen akreditasi terbaru, sekaligus memperkuat kapasitas asesor dan perpustakaan di wilayah Indonesia Timur,” jelas Made Ayu.

Lokakarya yang berlangsung hingga 14 Oktober 2025 ini juga menghadirkan sesi gelar wicara dan bedah instrumen bersama narasumber terkemuka seperti Ofy Sofiana, Sri Sumekar, dan Agus Rifai. Mereka menekankan pentingnya pemutakhiran instrumen untuk mempercepat proses akreditasi dan memperluas jangkauan penilaian berbasis dampak layanan terhadap masyarakat.