Beritakota.id, Jakarta – Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) sekaligus Rapat Persiapan Pameran INACRAFT on October 2025 pada Senin, 28 April 2025, di Hotel Mercure, Jakarta.
Rapim dihadiri oleh Ketua Umum ASEPHI Dr. Muchsin Ridjan, Ari Satria, S.E., MA., sebagai Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif; Kementerian Perdagangan, serta perwakilan anggota ASEPHI dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya, Ketua Umum ASEPHI, Dr. Muchsin Ridjan, menekankan pentingnya adaptasi industri kerajinan terhadap perkembangan teknologi digital.
Ia menyatakan bahwa dunia kerajinan nasional harus mampu bertransformasi untuk tetap relevan di era globalisasi.
“Transformasi digital adalah keharusan. Kita tidak hanya menjaga warisan budaya melalui kerajinan, tapi juga harus mampu membawa produk lokal menembus pasar dunia dengan pendekatan modern,” ujar Muchsin Ridjan, dalam siaran tertulisnya kepada Beritakota.id, Selasa (29/4).
Baca Juga: Diikuti 17 BPD dan 5 BPC, ASEPHI Gelar Munas ke-IX Juli 2024 untuk Pilih Ketua Umum
Selain itu, lanjut Muchsin Ridjan, ASEPHI menyikapi kebijakan Amerika Serikat (AS) terkait tarif impor baru kepada sejumlah negara termasuk Indonesia sangat berdampak bagi industri kerajinan.
Menurutnya, kebijakan tarif tinggi ini akan menjadi pukulan keras bagi Indonesia yang dikenakan bea masuk sebesar 32 persen. “Industri tekstil, alas kaki, furniture, karet selama ini mengandalkan pasar AS sebagai salah satu tujuan utama ekspor,” jelas Muchsin Ridjan.
Sementara itu, Ari Satria, S.E., MA., Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif; Kementerian Perdagangan, menyoroti pentingnya strategi negosiasi dalam memperluas ekspor produk kerajinan Indonesia, khususnya ke pasar Amerika Serikat (AS).
Menurut Ari, meskipun AS masih menjadi pasar ekspor terbesar kedua setelah domestik, kontribusi ekspor ke negara tersebut mengalami penurunan. “Secara nilai, ekspor kita masih kecil dibandingkan dengan pasar domestik. Namun, persentase ekspor ke AS semakin menurun,” ujarnya.
Ari juga menggarisbawahi potensi bahan baku lokal seperti kayu dan bambu yang bisa memperkuat daya saing produk kerajinan Indonesia.
Namun, ia mengingatkan bahwa harga produk Indonesia harus tetap kompetitif di tengah persaingan global.
“Amerika tidak hanya mengenakan tarif pada Indonesia. Negara-negara pesaing kita juga terkena dampaknya. Karena itu, kita harus menjaga harga produk agar lebih rendah dibandingkan negara lain,” jelasnya.
Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah bernegosiasi dalam upaya menurunkan tarif ekspor produk kerajinan ke AS, dengan target pengurangan hingga 10 persen dari tarif yang dikenakan mencapai 32 persen.
Selain upaya negosiasi tarif, pemerintah juga mendorong langkah strategis lain untuk mengurangi defisit perdagangan dengan AS, seperti meningkatkan pembelian produk energi dan pertanian dari Negeri Paman Sam.
Pentingnya diversifikasi pasar agar ekspor Indonesia tidak bergantung pada satu negara. Indonesia harus memperluas pasar agar tidak terlalu bergantung pada satu negara.
Meski diversifikasi pasar tidak mudah, namun langkah ini penting agar produk kerajinan Indonesia dapat diterima lebih luas di berbagai negara.