Beritakota.id, Jakarta – Seorang Penulis, model sekaligus dokter gigi, Drg. Hardini Dyah Astuti Sp. Perio atau biasa disapa Hadania, membagikan kisah personalnya melalui tiga karya seni yang tergabung dalam proyek “39 is 0”. Dalam kesempatan ini, didukung oleh praktisi psikologi Ana Ayu Ikawati, yang sering dikenal sebagai Ika, merupakan Trauma & Relationship Councelor dan menjadi psikolog sudah lebih dari satu dekade, menjelaskan Mengenal Diri Dalam Hening.
Kedua narasumber ini menggaungkan pentingnya untuk menemukan jati diri untuk menjadi pribadi yang kuat dalam menjalani kehidupan. Bahkan Ika menambahkan penjelasan tumbuh kembang seseorang yang mempengaruhi kekuatan dalam jati diri seseorang.
Proyek 39 is 0 ini berawal dari titik terendah dalam hidupnya. Meskipun terlihat sukses, Hadania mengaku merasa lelah dan kosong karena selama ini ia hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain.
“Saya telah membangun ‘istana pasir’ yang terlihat megah, tapi di dalamnya terasa hampa,” ujarnya dalam acara launching karyanya “39 is 0”, di Kinokuniya, Jakarta, Sabtu (20/9).
Karya ini, yang meliputi buku puisi dan foto, buku jurnal, serta kartu oracle, merupakan cerminan dari perjalanan panjang penulis dalam menyembuhkan luka batin dan menemukan kembali jati diri. Ia menyadari bahwa kekosongan itu berakar dari luka mendalam dalam hubungannya dengan sang ibu, yang selama ini ia sangkal. Hadania menjelaskan bahwa ketiga karyanya adalah bagian dari proses penyembuhan tanpa sadar. Dengan menuangkan perasaannya melalui puisi, foto, dan jurnal, ia merasakan kelegaan dan kebahagiaan
“Saya berharap karya ini tidak hanya menjadi karya seni, tetapi juga ‘alat’ bagi orang lain untuk berani menghadapi dan menyembuhkan luka-luka mereka,” tambahnya. Hal ini juga didukung dengan penjelasan Ika, sebagai seorang psikolog bahwa karya 39 is 0, bisa digunakan sebagai alat refleksi jika tidak dapat mengungkapkan masalah kepada orang lain di sekitar kita.
Menemukan Kebahagiaan Sejati dan Mengakui Kerapuhan
Hadania menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari hal-hal eksternal. Ia menyebutnya sebagai “kebahagiaan palsu” yang seringkali dicari banyak orang. “Kita mungkin membeli barang-barang mahal, tapi setelahnya merasa kosong dan bertanya, ‘untuk apa semua ini?’ Itu adalah tanda kebahagiaan palsu,” jelasnya.
Menurutnya, kunci kebahagiaan sejati adalah menemukan dan mencintai diri sendiri. Ia mengakui bahwa selama ini ia pun sulit membuka diri karena takut dikecewakan. Pandangan orang lain yang menganggapnya seperti “kaktus” sosok yang kuat dan mandiri justru membuatnya sulit mengakui kerapuhan.
“Pada satu titik, saya akhirnya jujur pada diri sendiri bahwa saya tidak sekuat yang orang kira,” akunya. Hadania menyadari bahwa menjadi rentan bukanlah sebuah kelemahan, melainkan bagian dari proses untuk menemukan kedamaian.
Titik Balik: Menemukan Diri dan Tuhan
Hadania membagikan dua titik balik penting dalam hidupnya. Pertama, ia merasa sudah berada di puncak kepuasan hidup, namun justru perasaan “jemu” dan “muak” itu yang memicu kesadaran bahwa ia hanya lari dari dirinya sendiri.
Kedua, ia menemukan korelasi kuat antara mengenal diri dan mengenal Tuhan. “Ketika kita tidak menemukan diri kita, kita akan sulit menemukan Tuhan,” katanya. Pengalaman ini membawanya pada kesadaran bahwa harta karun sejati ada di dalam diri, bukan di luar.
Melalui perjalanan ini, Hadania berharap dapat menginspirasi banyak orang untuk berani “kembali ke nol” dan menemukan kebahagiaan sejati dari dalam diri mereka. “Harta karun itu ternyata ada di dalam, bukan di luar,” pungkasnya. (Herman Effendi / Lukman Hqeem)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan