Beritakota.id, Jakarta – Ratusan pemilik di Rusun Ambassade Residences yang bergabung dalam Paguyuban Ambassade Residences (PAR) tengah berjuang keras untuk mendapatkan hak-hak mereka yang telah lama diabaikan oleh pengembang.
Paguyuban tersebut menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait pengelolaan rusun tersebut.
Jety, Koordinator Perjuangan Korban Pengembang Rusun Ambassade Residences, mengungkapkan bahwa 236 dari 239 pemilik unit menjadi korban kelalaian pengembang PT Duta Regency Karunia (DRK).
Selama hampir satu dekade, pengembang tidak menyerahkan pengelolaan kepada pemilik dan mengabaikan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah (P3SRS) sesuai Undang-Undang Rumah Susun.
Baca juga: Sambangi Wali Kota Jaksel, Ratusan Korban Pemilik Apartemen Ambassade Desak Pengesahan Pokja
Situasi semakin rumit ketika Direktur Utama DRK, Teddy Tjokrosaputro,lantaran divonis dalam kasus korupsi Asabri pada tahun 2022.
Akibatnya, pengelolaan rusun terbengkalai tanpa ada pihak yang bertanggung jawab.
Para penghuni, yang tergabung dalam Paguyuban Ambassade Residences (PAR), telah berupaya mencari solusi dengan mendatangi kantor Wali Kota Jakarta Selatan dan meminta pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) untuk mengelola apartemen.
Mereka juga menuntut pertanggungjawaban atas biaya perawatan rusun yang telah lama terabaikan.
Ibrani Datuk Rajo Tianso SH.MH Kuasa Hukum PAR, menerangkan bahwa para pemilik unit belum menerima Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) yang dijanjikan sejak 2016.
Selain itu, pengembang tidak pernah memberikan laporan keuangan atau mengurus izin-izin gedung yang diperlukan.
Sugianto, Ketua PAR, menyatakan bahwa paguyuban hanya bertindak sebagai pengelola sementara dalam situasi darurat. Sejak 1 Agustus 2024, pengelolaan telah dialihkan ke PT Mulia Multi Manajemen.
Kasus ini semakin pelik dengan adanya sengketa terkait unit penthouse seluas 1000 m2 yang diduga tidak pernah membayar iuran pengelolaan (IPL) sejak 2014.
Pemiliknya, yang disebut-sebut bernama Tahir, kini justru menggugat pengelola.
PAR dan para pemilik unit berencana mengajukan tuntutan balik terhadap siapapun yang tidak mematuhi tata tertib hunian, termasuk kewajiban membayar IPL.
Mereka juga telah berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk membentuk Pokja sesuai Peraturan Gubernur No. 133 Tahun 2019.
Perjuangan penghuni Ambassade Residences ini menyoroti pentingnya penegakan hukum dalam industri properti dan perlunya perhatian lebih dari pemerintah untuk melindungi hak-hak
Kasus ini juga menunjukkan betapa krusialnya peran aktif penghuni dalam memperjuangkan hak-hak mereka di tengah kelalaian pengembang.