Beritakota.id, Jakarta – Persatuan Sepak Takraw Seluruh Indonesia (PSTI) bersama perwakilan dari 24 pengurus provinsi mendatangi Kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada Senin (13/10) untuk menuntut kejelasan terkait penunjukan pengurus carateker yang dinilai tidak prosedural dan memicu kegaduhan di internal organisasi.

Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari surat resmi yang telah dikirimkan oleh PSTI kepada KONI Pusat. Namun, rombongan PSTI mengaku tidak mendapatkan sambutan yang baik saat tiba di Gedung KONI.

“Awalnya kami diarahkan ke lantai 11, tapi diminta turun ke lantai 10. Suasananya seperti menunjukkan bahwa kehadiran kami tidak diharapkan,” ujar Ketua Umum PSTI periode 2025–2029, Asnawi Rahman, usai pertemuan.

Baca juga: KONI Sidoarjo Janji Beri Beasiswa untuk Atlet Berprestasi

Setelah melalui proses negosiasi, rombongan akhirnya diterima oleh Ketua Bidang Organisasi KONI Pusat. Namun menurut Asnawi, penjelasan yang diberikan tidak menjawab substansi persoalan.

Asnawi mengaku sangat tidak puas dengan hasil pertemuan tersebut. Ia juga mempertanyakan keabsahan Surat Keputusan (SK) pembentukan carateker PSTI yang telah beredar luas di media sosial, padahal pengurus provinsi belum pernah menerima salinan resminya.

“Bagaimana mungkin SK itu sudah menyebar luas bahkan disebut-sebut akan ada Munaslub pada 25 Oktober, tapi kami yang menjadi bagian dari organisasi ini belum pernah menerima surat tersebut?” tegas Asnawi.

Ia menambahkan, dirinya hadir bukan lagi sebagai Ketua Umum, tetapi sebagai perwakilan dari pengurus provinsi yang tetap solid dan meminta penjelasan resmi dari KONI.

Ketua PSTI Riau yang turut hadir dalam audiensi menyayangkan sikap KONI Pusat yang dinilai tidak transparan. Ia mengaku terkejut karena Sekjen KONI baru membaca surat penunjukan carateker hari ini, sementara surat tersebut sudah tersebar selama 13 hari.

“Ini membingungkan daerah. Kalau memang resmi, kenapa baru dibahas sekarang?” ucapnya.

Ia juga mendesak Ketua Umum KONI Marciano Norman dan Menpora Erick Thohir untuk turun tangan mengusut dugaan peredaran SK palsu yang mencederai integritas organisasi.

Sekretaris Jenderal PSTI, Herman Anndi, menilai SK carateker yang diterbitkan KONI pada 3 Oktober 2025 bersifat prematur dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Putusan arbitrase yang jadi dasar baru didaftarkan ke Pengadilan Negeri pada 7 Oktober. Artinya, saat SK keluar, belum ada kekuatan eksekutorial,” jelas Herman.

Baca juga: Rudianto Manurung: Dari Tanah Melayu Menuju Panggung Dunia  

Ia menilai tindakan KONI justru memperkeruh suasana dan berpotensi melanggar aturan organisasi.

Lebih lanjut, Herman menyoroti kehadiran Wakil Ketua Umum I KONI, Jenderal Suwarno, dalam Musyawarah Nasional PSTI di Sukabumi pada Desember 2024. Saat itu, Suwarno hadir dengan atribut resmi dan menyampaikan pesan dari Ketua Umum KONI. Namun kini, KONI menyatakan bahwa kehadirannya bersifat pribadi.

“Ini sangat kontradiktif. Kalau hadir secara pribadi, mengapa pakai atribut dan menyampaikan pesan resmi?” ujar Herman.

Polemik ini dinilai berpotensi menghambat pembinaan atlet dan menurunkan semangat pelatih serta pengurus daerah. Oleh karena itu, PSTI meminta perhatian serius dari Menpora Erick Thohir dan bahkan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan cabang olahraga sepak takraw dari campur tangan politik yang merusak.

“Kami tidak ingin gaduh. Kami ingin organisasi ini teduh, solid, dan fokus pada pembinaan atlet berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Tolong perhatikan kami,” pungkas Herman.