Adara Kembali Gelar Event Peringatan Ongoing Nakba

Penyerahan kunci dari syekh Fayez asal Gaza kepada Siti Zaenab selaku pendiri Adara beserta direksi Adara yang diwakili oleh Indah Kurniati dan Latifah Hariawati
Penyerahan kunci dari syekh Fayez asal Gaza kepada Siti Zaenab selaku pendiri Adara beserta direksi Adara yang diwakili oleh Indah Kurniati dan Latifah Hariawati

Beritakota.id, Jakarta – Adara Relief International kembali mengadakan acara peringatan Nakba. Tahun ini acara digelar dengan tema “Ongoing Nakba : “Turn Back The Narration of Palestine”, yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Ahad 12 Mei 2024.

“Ongoing Nakba: Turn Back The Narration of Palestine, bermakna bahwa kita tak hanya menolak lupa pada peristiwa Nakba 15 Mei 1948, namun juga mengungkap bahwa faktanya Nakba masih berlangsung hingga saat ini. Kita harus mengembalikan narasi yang benar akan apa yang terjadi di Palestina. Tragedi Palestina bukan hanya tragedi di satu tempat; ini adalah tragedi bagi dunia karena ketidakadilan merupakan ancaman bagi perdamaian dunia,” jelas Indah Kurniati Direktur Keuangan dan Operasional Adara Relief International dalam sambutan yang ia berikan dalam pembukaan kegiatan.

Kegiatan ini berisikan talkshow, bedah buku, dan pameran seputar peristiwa Nakba dan sejarah Palestina dengan narasumber dalam dan luar negeri dengan harapan dapat membuka wawasan peserta akan peristiwa Nakba yang masih berlangsung hingga saat ini. Tak hanya itu, Chikita Fawzi turut memberikan penampilan spesial single terbarunya yang berjudul ‘Tanah Para Nabi’.

Para muslimah Majelis Taklim Bani Umar Bintaro, bersama seorang pelukis yang biasa disapa Ki Gamblang mewarnai kegiatan pameran dengan melakukan kegiatan menyulam dan melukis secara secara langsung selama kegiatan berlangsung. Hasil sulam dan lukisan kemudian didonasikan untuk Palestina melalui Adara.

Indah Kurniati selaku direktur keuangan dan operasional Adara Relief International memberikan produk buku edukasi Adara kepada perwakilan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Indah Kurniati selaku direktur keuangan dan operasional Adara Relief International memberikan produk buku edukasi Adara kepada perwakilan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

“Kegiatan ini diadakan untuk mengembalikan narasi yang utuh tentang yang terjadi di Gaza, Palestina. Agresi Israel tidak hanya terjadi pada peristiwa 7 Oktober 2023, namun sejak Nakba 1948 dan bahkan jauh sebelumnya. Semoga melalui acara hari ini, kepedulian masyarakat Indonesia terhadap Palestina tidak hanya muncul ketika agresi terjadi, tetapi terus menerus hingga rakyat Palestina dapat meraih kemerdekaannya.” Jelas Fitriyah Nur Fadilah selaku ketua pelaksana kegiatan ini sekaligus kepala departemen research and development Adara Relief International.

Pada kesempatan ini Dr. Shaima Abu Shaban, seorang asisten profesor Universitas Gaza menuturkan kisahnya, “Jika sebelumnya saya menjalani kehidupan yang normal, pergi ke universitas untuk mengajar. Kini semua yang saya miliki telah dirampas oleh penjajah. Penjajah telah merenggut seluruh anggota keluarga saya, seluruhnya di depan mata saya. Saya kehilangan semuanya, Alhamdulillah. Ya Allah aku ridho dengan takdir-Mu maka ridhoilah aku,” ujarnya.

Di tengah penyerangan yang terjadi dan kondisi fasilitas kesehatan yang rusak parah di Gaza Dr. Shaima dipaksa pindah di bawah todongan senjata pendalam kondisi terluka dan sebagian anggota tubuhnya diperban.

“Saya mengungsi melewati ‘rute penyeberangan Amin (aman)’ yang diklaim aman oleh penjajah Israel, akan tetapi tidak ada keamanan di sana yang ada hanya ketakutan, kematian dan potongan jasad manusia,’’ujar dia

Ezzeddin Lulu, residen dokter di Gaza Utara turut memberikan kesaksian terhadap isu Gaza the Next Chapter of Gaza, “November lalu saya harus menangani pasien dalam kondisi tidak ada listrik, jaringan telefon atau apapun selama sepekan penuh. Saya sedang mengobati korban di RS Al-Shifa saat tank dan para penembak jitu tentara penjajah Israel merangsek ke dalam RS Al-Shifa.

Sebagai seorang dokter kami dipaksa melihat pasien kami mati kehabisan darah di depan mata. Pertama kali dalam seumur hidup saya harus menguburkan jasad di dalam rumah sakit, semua terjadi dalam satu pekan dalam rentetetan kejadian paling mengerikan di RS Al-Shifa.” Pertama kali dalam hidupnya ia merasa keilmuan yang ia dan rekan-rekan medisnya jalani selama ini seperti tak berharga di mata dunia, tidak ada keadilan bagi tenaga medis yang sedang bertugas di Gaza. Ezz menutup pesaannya dengan kalimat,

Baca juga: 3000 Yatim Palestina Siap Diasuh Indonesia Melalui Adara

“Saya bersaksi bahwa perjuangan kami, kehilangan yang kami rasakan dan ketangguhan kami akan menjadi jalan bagi Palestina memperoleh kemerdekaannya.” Ezz menyampaikan kisahnya dari dalam kawasan RS Al-Shifa, dan terdengar jelas suara drone Israel yang terus mengelilingi langit Gaza.

Hatem Hany Rawagh, seorang jurnalis di Jalur Gaza yang saat ini sedang bertugas di Rafah turut menyampaikan kisahnya selama agresi yang terjadi hingga saat ini, “Saya telah menyaksikan banyak peristiwa agresi dan operasi militer penjajah Israel yang dilancarkan ke Gaza, dimulai sejak tahun 2008, 2012, 2014, 2021 dan peristiwa yang masih berjalan sampai saat ini di saat para penduduk sipil kembali menjadi target serangan diiringi pengusiran paksa.”

Hatem memberikan kesaksiannya dari dalam tenda pengungsian di dalam kawasan rumah sakit di Rafah, ia melanjutkan “Kemudian pada pecahnya peristiwa 7 Oktober, penjajah Israel memerintahkan warga Gaza berpindah-pindah dengan dalih di sana adalah area yang aman.

Namun kenyataannya tidak ada satu tempatpun yang aman di Gaza, tak ada yang luput dari kekejaman penjajah Israel. Berbagai pemberitaan telah kami lakukan, namun dunia internasional mendadak buta bahkan sengaja menutup mata dengan apa yang terjadi saat ini.

Rekan jurnalis pun tak luput dari kekejaman penjajah Israel, diberitakan sejak 210 hari agresi militer Isrel ke Gaza, setidaknya 142 awak media tewas saat sedang bertugas. Jumlah ini adalah jumlah terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah jurnalistik.” Hatem menutup pemaparannya dengan sebuah asa di Gaza, bahwa apapun yang terjadi di Gaza hari ini, Gaza masih memiliki cita-cita dan masa depan, kami menantikan mimpi kami akan terwujud segera dengan izin-Nya.

Meski belum berkesempatan hadir secara langsung karena sedang menghadiri konferensi internasional di Doha, dr. Fauziah Hasan turut memberikan pemaparannya terhadap isu Ongoing Nakba ini.

“Freedom Flotilla merupakan gerakan yang memiliki empat tujuan utama; menghentikan blokade atas Gaza, menyadarkan masyarakat, mengungkap negara-negara yang terlibat dalam blokade Gaza, dan terakhir menyokong kemerdekaan Palestina.

Pada agresi tahun ini, Flotilla memutuskan untuk mengesahkan tiga misi besar dan Break The Siege salah satunya, dengan target melayarkan tiga kapal kargo dan penumpang ke dalam Gaza melalui jalur laut.

Namun misi yang seharusnya sudah berlayar sejak Maret-April kemarin ini digagalkan oleh diplomasi Israel kepada Amerika, Eropa beserta satu negara Afrika, Guinea Bissau.

”Hal ini amat disayangkan karena pada saat itu seluruh tim sudah berada di Istanbul dan siap memberangkatkan misi Break The Siege ke perairan Gaza. Atas pembatasan yang terjadi, FFC segera menyiapkan misi kemanusiaan Handala yang saat ini sudah memasuki perairan Copenhagen.” dr. Fauziah menitipkan pesan bahwa walau terdapat banyak halangan tapi teruslah berjalan, jangan berputus ada dan jadilah bagian dalam right side of history tutupnya.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *