Beritakota.id, Jakarta – Teater Bocah Putra Bangsa sukses menarik perhatian penonton dengan pementasan bertajuk “Dunia Anak-Anak Kita” dalam kegiatan Parade Agung 14 Buku Filmis Elang Nuswantara. Acara ini diselenggarakan di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat, dalam rangka memperingati Bulan Bahasa dan Sastra 2024, Sabtu (26/10/2024).
Parade Agung ini merupakan ajang unjuk karya literasi yang diinisiasi oleh Elang Nuswantara, sebuah wadah kreatif yang dibina oleh Kirana Kejora. Beliau berperan sebagai mentor dalam penerbitan 16 buku, terdiri dari Buku Antologi dan Buku Solo yang ditulis oleh berbagai penulis, antara lain Rasa Senandika (Leni N. N. – Elang Merah Senandika), Ibu Bumi (Sri Herlina – Elang Katumbiri), dan Janji Matahari (Kartika Rahmadana – Elang Gemar). Buku Solo yang dipamerkan termasuk Blogging for Moms karya Novarty dan Giok Sin karya Tisnawati Simowibowo.
Dengan tema “Menerbangkan Karya Membuanakan Jiwa Tanpa Ketaksaan”, Parade Agung 14 Buku Filmis ini diselenggarakan meriah, menampilkan kreasi seni dari komunitas-komunitas binaan Elang Nuswantara. Berbagai penampilan seperti Tari Kembang Gadung, Teater Bocah, Fashion Show Cilik, Lagu Pejuang Mimpi, Parade Puisi, Monolog, Tembang Dou Elang, serta Talk Show Bincang Buku Antologi dan Solo turut memeriahkan acara ini. Selain itu, terdapat pula Orasi Budaya dan Bazar Produk Creativepreneur yang menghadirkan produk-produk unik dari para wirausahawan muda.
Para tokoh penting turut hadir dan memberikan sambutan pada acara tersebut, di antaranya Drs. Agus Sutoyo, M.Si., Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI; Dra. Erwita Dianti, M.Si., Penggiat Literasi Kementerian Pariwisata RI; Dewi Yuliyanti, S.IP., M.Hum., Pamong Budaya Madya Kementerian Kebudayaan RI; Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.Sc., Ketua Dewan Pakar Majelis Adat Kerajaan Nusantara; serta Kirana Kejora, Pendiri Elang Nuswantara. Acara ini mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata, Kementerian Kebudayaan, GEMAR Community, dan berbagai sponsor lainnya.
Pementasan Teater Bocah Putra Bangsa mengusung tema yang menggugah, menggambarkan kontras antara dunia anak-anak di masa lalu dan masa kini. Pertunjukan dibuka dengan adegan tarian jaranan yang menghadirkan suasana pedesaan, memperlihatkan keceriaan anak-anak yang bermain permainan tradisional diiringi pengawasan hangat seorang ibu di latar belakang. Pesan sederhana yang dibawakan menunjukkan bagaimana permainan tradisional, yang penuh nilai edukatif dan kebersamaan, membentuk karakter serta kecakapan sosial pada anak-anak.
Namun, suasana berubah saat anak-anak di era modern muncul, sibuk bermain dengan gawai masing-masing. Mereka asyik dengan permainan digital, bersikap individualis, hingga melontarkan kata-kata kasar akibat frustrasi dalam permainan. Seorang anak yang memegang boneka kelinci mencoba mengajak mereka bermain bersama, namun justru mendapat tanggapan kasar dan ditolak. “Aku main sama siapa atuh?” ucap anak itu dengan lirih. Adegan ini mengilustrasikan betapa permainan digital dapat mengikis interaksi sosial dan empati, berpotensi membawa dampak negatif pada perkembangan karakter anak-anak.
Isti Wuryanti, Kepala TK Plus Putra Bangsa yang juga merupakan pembina dari Sanggar Putra Bangsa, menyampaikan pandangannya, “Pementasan ini bukan untuk mengkritik realitas, namun sebagai ajakan bagi kita semua, khususnya orang tua, untuk lebih bijak dalam menyikapi penggunaan gawai. Permainan digital yang tidak dikontrol dapat berdampak pada pertumbuhan karakter anak,” ujarnya. Menurut Isti, penting bagi orang dewasa untuk menjaga keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai tradisional yang mengedepankan interaksi langsung dan kebersamaan.
Teater Bocah Putra Bangsa yang dibina oleh Sanggar Putra Bangsa ini menampilkan naskah karya Heri Cokro, dan diperankan oleh anak-anak dari TK Plus Putra Bangsa serta SDN Cipicung 1, Cijeruk, Bogor. Para pemain cilik ini berhasil membawakan pementasan dengan penuh emosi dan keaslian, membangkitkan nostalgia sekaligus renungan bagi para penonton yang hadir.
Kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk terus mendukung karya-karya sastra dan seni anak bangsa, serta menjaga budaya literasi yang edukatif dan positif. Parade Agung 14 Buku Filmis Elang Nuswantara menjadi bukti bahwa literasi dan seni tetap relevan dalam membentuk karakter generasi muda, meskipun berada di tengah kemajuan teknologi. (Herman Effendi)