Beritakota.id, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto dinilai sangat concern dalam menerapkan prinsip bahwa hukum harus berlaku untuk semua tanpa kecuali.

Hal itu disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Dr Harris Arthur Hedar, SH, MH, CREL saat mengapresiasi pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan penegakan hukum sebagai salah satu agenda utama pemerintahannya.

“Presiden menekankan hukum yang adil, transparan, dan tidak pandang bulu sebagai syarat mutlak bagi keadilan sosial dan stabilitas nasional. Prinsip mulia harus bisa diterapkan dan hanya akan bermakna jika diterjemahkan ke dalam langkah-langkah nyata. Kami yakin Pak Prabowo mampu menjalankan ini dengan baik dan konsisten,” kata Prof Harris Arthur, Sabtu (16/8/2025).

Baca juga: Guru Besar UIN Jakarta Kritik Prabowo soal Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia

Lebih lanjut, Wakil Rektor Universitas Jayabaya ini menyebut, kondisi penegakan hukum di Indonesia selama ini masih banyak yang mesti dibenahi. Praktik korupsi, mafia peradilan, hingga penerapan hukum yang kerap ditarik-tarik kepentingan politik membuat masyarakat skeptis.

“Ini adalah momentum penting. Di awal masa jabatan presiden, modal politik masih kuat, ekspektasi publik masih tinggi, dan resistensi dari elite belum sepenuhnya terkonsolidasi. Inilah kesempatan emas untuk mendorong reformasi hukum yang substansial, misalnya dengan memperbaiki independensi lembaga penegak hukum dan menguatkan sistem pengawasan,” kata Prof Harris yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni Doktor Hukum Indonesia (IADHI) ini.

Dia mengakui, implementasi dari semua itu menjadi tantangan bagi pemerintahan Prabowo.

“Adanya resistensi internal birokrasi hukum yang sudah lama terbiasa dengan budaya transaksional, bukan hal mudah untuk diubah. Di sisi lain, kecenderungan intervensi politik dari para pemilik kepentingan juga bisa menghambat jalannya pembaruan. Hal ini yang harus betul betul dicermati,” beber dia.

Prof Harris juga menggarisbawahi komitmen Presiden Prabowo dalam menerapkan hukum tanpa pandang bulu. Hukum memang harus berlaku untuk semua tanpa kecuali.

Menurut dia, ada beberapa langkah yang mesti ditempuh. Pertama, pemerintah perlu memperkuat independensi aparat penegak hukum. Proses hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan elite politik atau aparat negara, harus benar-benar terbebas dari intervensi kekuasaan.

Kedua, transparansi menjadi kunci. Penanganan kasus besar, seperti korupsi skala nasional harus dilakukan secara terbuka agar publik bisa menilai sendiri konsistensi pemerintah.

“Yang ketiga, perlu ada kebijakan zero tolerance bagi aparat negara yang menyalahgunakan kekuasaan. Tanpa ketegasan semacam ini, kepercayaan publik akan kembali runtuh. Dan yang keempat, perlindungan terhadap penegak hukum yang berani bersikap independen wajib dijamin, agar mereka tidak mudah diintimidasi atau digeser hanya karena menangani kasus sensitif,” jelas ⁠Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) ini.

Menyinggung peran organisasi profesi di bidang hukum seperti Peradi, Ikadin dan yang lain, Prof Harris menekankan pentingnya kolaboarsi yang terintegrasi antara semua pemangku kepentingan.

“Reformasi hukum tidak bisa hanya digerakkan oleh negara. Organisasi profesi hukum seperti Peradi, Ikadin, dan lainnya memiliki peran penting sebagai pilar pendukung sistem hukum yang berintegritas. Mereka bisa memperkuat standar etik advokat, memastikan kompetensi profesional tetap terjaga, serta ikut aktif memberi masukan terhadap regulasi yang tengah dibahas pemerintah dan DPR,” kata Prof Harris.

Selain itu, tambahnya, organisasi profesi juga bisa berfungsi sebagai penghubung antara sistem hukum dan masyarakat, melalui edukasi hukum publik yang membuat warga lebih sadar akan hak dan kewajibannya.

Itu sebabnya, lanjut Prof Harris, kolaborasi ideal antara negara dan organisasi profesi hukum seharusnya berbasis pada prinsip checks and balances. Negara memberi ruang dan perlindungan agar organisasi profesi bisa bersuara kritis, sementara organisasi profesi berkontribusi memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum dengan menjunjung tinggi integritas.

Akhirnya, menurut Ketua Dewan Pembina Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) ini, pidato kenegaraan Presiden Prabowo membuka peluang untuk menjadikan hukum sebagai pilar utama negara yang berdaulat dan adil.

Namun, momentum ini hanya akan berarti jika diikuti langkah konkret, keseriusan politik, dan kolaborasi erat dengan organisasi profesi hukum.