Beritakota.id, Bandung – Produsen busana muslim dari Bandung, Rebertus, menargetkan tahun 2022 ini sebagai tahun untuk melakukan penetrasi pasar yang lebih luas. Menurut Reeve Laksono, pendiri Rebertus, busana muslim saat ini sudah bukan lagi monopoli masyarakat yang beragama Islam saja melainkan juga masyarakat umum karena industri fesyen bersifat universal dan bisa diterima oleh siapa saja. Pakaian adalah soal tren dan selera pasar sehingga preferensi masyarakat lebih dipengaruhi oleh penampilan itu sendiri.
“Indonesia, khususnya pulau Jawa, masih menjadi pasar terbesar bagi Rebertus. Lebih dari 60 persen penjualan kami ada di wilayah ini. Meski demikian, kami akan terus memperkuat daerah-daerah lainnya juga karena sejauh ini kotribusi wilayah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan pun juga cukup signifikan pertumbuhannya. Tahun ini pun kami juga mulai berencana untuk ekspansi ke pasar Asia Tenggara,” tuturnya.
Negara-negara Asia yang menjadi target penetrasi pasar Rebertus antara lain adalah Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam dan Singapura. Pertimbangannya, selain penduduk muslimnya cukup besar, industri fesyen di negara-negara ini juga cukup maju.
“Kita akan jajaki dulu negara-negara tersebut sebagai langkah awal Rebertus dalam memperluas pasar di Asia. Kami ada tim khusus yang mempelajari bagaimana tren masyarakat di sana dalam memilih pakaian, corak warna yang menjadi dominan di sana, kultur, dan tentunya pertumbuhan industrinya itu sendiri.”
Untuk pasar Indonesia, tahun ini Rebertus akan memfokuskan produknya pada gamis, blouse, tunik dan baju koko.
“Salah satu produk yang kami keluarkan untuk model terbaru yaitu baju blouse dengan permainan aksen lengan balon, permainan warna earth tone memberikan kesan hangat dan tenang, dan masih banyak hal lain yang kami kembangkan untuk mengikuti trend di tahun 2022,” ungkap lulusan University of California San Diego jurusan International Business tersebut.
Dari sisi produksi, tambah Reeve, selektifitas dalam memilih bahan menjadi prioritas utama. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan produk Rebertus menggunakan bahan dari jenis kain yandet, yaitu kain dari hasil tenun yang diukir langsung oleh mesin dan bukan dicetak. Hasil tenun kain ini memiliki daya tahan yang lebih baik dan berkualitas tinggi serta menghasilkan corak ciri khas yang tidak mudah ditiru
“Bisa dikatakan, bahwa dengan harga yang sangat terjangkau, busana muslim Rebertus tidak mudah ditiru dari sisi model dan motif. Ini yang barangkali menjadi salah satu faktor mengapa produksi kami diterima secara luas oleh pasar Indonesia.”
Proses produksi busana muslim Rebertus juga dilakukan di pabrik sendiri mulai dari hulu ke hilir, di mulai dari benang yang dicelup hingga barang jadi. Setiap benang memiliki komponen warna yang berbeda-beda sehingga warna tidak mudah luntur dan pudar. Benang akan dikeringkan dan diberi tekanan panas agar benang tidak mudah putus. Lalu, sebelum proses tenun dimulai, motif akan diprogram dan diperhitungkan oleh komputer. Setelah tenun selesai, kain akan di finishing agar kain lebih lembut dan akan dikontrol kualitasnya.
“Kain yang telah lulus dari proses quality control inilah yang akan diproduksi menjadi produk Rebertus.” Rebertus merupakan merk lokal yang menjadi bagian dari industri tekstil milik keluarga yang telah berdiri sejak tahun 1970 di Bandung. Reeve Laksono membangun Rebertus sejak 2019 dan mulai melakukan pemasaran di berbagai platform online seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, Blibli dan Zalora. Pada tahun 2020 yang lalu, produk ini berhasil terjual lebih dari 300 ribu item di seluruh Indonesia, dan meningkat pertumbuhannya dua kali lipat pada tahun 2021.
“Saya memiliki tekad untuk mengembangkan usaha pabrik kain yang dimiliki oleh keluarga saya dengan cara mengembangkan penjualan secara langsung ke end user dalam bentuk pakaian jadi melalui media online. Saya yakin ditengah perkembangan teknologi, gaya hidup masyarakat telah beralih menjadi ingin serba praktis. Maka dari itu, penjualan saya lakukan melalui platform online karena bisa meraup pasar yang lebih luas,” tutup Reeve Laksono.