MUI Haramkan Vasektomi Jadi Syarat Penerima Bansos

Ketua MUI Bidang Fatwa Muhammad Asrorun Niam Sholeh
Ketua MUI Bidang Fatwa Muhammad Asrorun Niam Sholeh (Dok/MUI)

Beritakota.id, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan vasektomi atau sterilisasi pada pria sebagai prasyarat penerimaan bantuan sosial (bansos) sebagai usulan ide oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan vasektomi haram jika dilakukan untuk pemandulan. Fatwa itu dibuat pada ijtima ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV tahun 2012. ‘’Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’I seperti sakit dan sejenisnya,’’ kata Ni’am dikutip dari situs resmi MUI, Kamis (1/5/2025).

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, menambahkan bahwa di dalam forum tersebut para fakih Islam mengambil keputusan berdasarkan pada pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah-kaidah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang dikenal sebagai medis operasi pria (MOP).

Baca Juga: MUI Nonaktifkan Dua Orang Terkait Dugaan Organisasi Lobi Pro Israel

“Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang. Namun, dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma) maka hukum bisa menjadi berbeda dengan syarat-syarat tertentu,” kata ulama yang akrab disapa Kiai AMA tersebut.

Kelima syarat itu yang pertama adalah vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen.

“Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap,” ujar dia.

Kiai AMA menegaskan hukum keharaman vasektomi tetap berlaku hingga kini. Sebab, rekanalisasi tidak 100 persen menjamin kembali normalnya saluran sperma.

“Karena hingga hari ini rekanalisasi masih susah dan tidak menjamin pengembalian fungsi seperti semula,” tegasnya.

Meski begitu, Kiai AMA mengakui perkembangan teknologi medis yang memungkinkan terjadinya rekanalisasi. Akan tetapi, tingkat keberhasilan operasi tersebut tetap bergantung pada banyak faktor, sehingga tidak menjamin kesuburan kembali seperti semula.

Apalagi, Kiai AMA menerangkan rekanalisasi membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal daripada vasektomi. Oleh karena itu, MUI meminta kepada pemerintah agar tidak mengkampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal.

“Pemerintah harus transparan dan objektif dalam sosialisasikan vasektomi, termasuk menjelaskan biaya rekanalisasi yang mahal dan potensi kegagalannya,” tegasnya.

MUI juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk membangun keluarga yang bertanggung jawab, sehat, dan unggul, serta tidak melupakan tugas menyiapkan generasi penerus bangsa.

Kiai AMA menegaskan penggunaan alat kontrasepsi harus bertujuan untuk mengatur keturunan (tanzhim al-nasl), bukan untuk membatasi secara permanen (al-nasl), apalagi sebagai dalih gaya hidup bebas yang menyimpang dari ajaran agama.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengusulkan vasektomi sebagai syarat penerima bansos hingga beasiswa. Dia beralasan banyak keluarga tidak mampu yang melahirkan dengan cara operasi sesar yang bisa menelan biaya lebih dari Rp25 juta.

“Jangan membebani reproduksi hanya perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab nu beukian mah salakina. Harus laki-lakinya. Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” tukas Dedi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *