Beritakota.id, Jakarta – Membahas penyakit kanker tentu tidak bisa lepas dari perasaan sedih, bingung, kalut, dan perasaan negatif lainnya. Sayangnya, berbagai perasaan tersebut hanya memperberat gejala dan memicu gangguan pada kesehatan mental. Gangguan pada mental dapat memperburuk kondisi kanker dan mengganggu proses pengobatan.
Keputusan bijaksana yang bisa kita lakukan hanya mematuhi jadwal pengobatan rutin, berupaya meningkatkan kesehatan fisik semampunya serta mengurangi berbagai faktor yang dapat memperburuk perjalanan penyakit kanker dan yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan diri dari segala kemungkinan karena butuh biaya yang besar selama proses pengobatannya. Saat kita mengetahui adanya tanda-tanda fisik yang mengarah ke gejala kanker dan atau diagnosa dari dokter, sebaiknya kita sudah mempersiapkan diri pada kemungkinan terjadinya kerugian finansial dan perubahan mental.
Jaga Finansial Saat Perawatan Kanker
Persiapan finansial perlu kita lakukan karena pengobatan kanker membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan dapat bersifat jangka panjang. Jumlah biaya perawatan pada setiap pasien juga berbeda tergantung pada kondisi sakit, durasi pengobatan, dan peralatan pengobatan yang digunakan. Mungkin saat pertama kali menjalani pengobatan, kita masih dapat membiayainya. Tetapi, sudah pasti akan menguras keuangan ketika hasil diagnosa menunjukkan hasil yang kurang bagus, jika harus menjalani terapi lanjutan, atau pindah ke jenis terapi lainnya. Ini berpotensi pelik karena selain menguras keuangan juga berpotensi membuat pasien kehilangan mata pencaharian hingga berhentinya berbagai rutinitas, batalnya rencana masa depan, hingga mengalami tekanan mental.
Salah satu solusi finansial adalah memiliki asuransi kesehatan. Sayangnya, asuransi hanya dapat dimiliki ketika kondisi kesehatan masih sehat. Untuk itu Agency Development Manager Henry Kurniawan K S, RFP®, LCPC menyarankan agar masyarakat, utamanya yang masih, muda, bugar, dan produktif segera miliki asuransi kesehatan karena asuransi kesehatan adalah solusi jika seseorang terkena sakit dan memerlukan rawat inap hingga terkena penyakit kritis. Imbaunya, jika sudah memiliki asuransi kesehatan maka saat harus dirawat inap, pasien bisa mendapatkan perawatan kesehatan karena perusahaan asuransi yang akan membayar biaya perawatan yang nilai tanggungannya sesuai dengan perjanjian yang tercantum pada polis.
Henry juga menyarankan agar masyarakat senantiasa mengevaluasi asuransi kesehatan yang dimiliki. “Jika sudah memiliki asuransi kesehatan, Anda dapat menilik kembali manfaatnya. Apakah sudah komprehensif saat penyakit kritis menyerang. Sedangkan jika Anda belum memiliki asuransi kesehatan, pilihlah yang manfaatnya lengkap dan nilainya mengikuti perkembangan zaman, misalnya kenaikan inflasi akan diikuti kenaikan biaya rumah sakit. Tetapi, asuransi kesehatan yang komprehensif tetap dapat diandalkan karena menjamin perlindungan walau terjadi kenaikan biaya rumah sakit di masa mendatang,” sebut Henry.
Menurut Henry, asuransi kesehatan yang komprehensif akan membantu pasien berfokus pada upaya penyembuhannya. Keluarga pun tidak khawatir soal biaya perawatan, tidak perlu berhenti sekolah, tidak perlu meminjam uang, atau menggadaikan barang berharga serta masih dapat beraktivitas karena keuangan keluarga tetap terjaga. Tanpa memiliki asuransi kesehatan, nasabah harus menanggung sendiri risikonya.
Penyakit kritis, seperti kanker yang dapat membuat finansial keluarga tergerus, dijawab oleh Sequis melalui produk Sequis Q Infinite MedCare Rider dengan X Booster yang fokus pada perlindungan penyakit kritis. Melalui SQIMC dengan Xbooster, pasien bisa mendapatkan perawatan kanker dan dialisis (cuci darah) dengan nilai manfaat hingga Rp90 miliar/ tahun dan tersedia perawatan kanker eksperimental, seperti terapi imun, terapi target, dan terapi hormon dengan nilai manfaat hingga Rp1,8 miliar. Manfaat tersebut sudah termasuk biaya konsultasi, tes, dan obat. Nilai ini pun akan terbarukan setiap tahun.
Saat membutuhkan biaya untuk rawat jalan kanker dan memantau penyakit kritis maka SQMIC dengan XBooster dapat diandalkan karena klaim rawat jalan kanker, seperti kemoterapi dan radioterapi akan dibayarkan sesuai tagihan. Jika nasabah melakukan klaim ke penanggung lain atau asuransi yang disponsori pemerintah atau produk Sequis yang lain maka akan diberikan cashback 10% dari total klaim kesehatan yang memenuhi syarat sesuai perjanjian polis. Nasabah juga tidak perlu khawatir soal berapa lama harus menjalani rawat inap karena SQIMC memberikan perlindungan tidak terbatas untuk biaya harian kamar rumah sakit, biaya konsultasi, dan biaya harian kamar perawatan intensif.
“SQIMC dengan XBooster sangat baik untuk dimiliki sebagai persiapan masa depan karena Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi ancaman bagi kesehatan manusia modern. Tingginya biaya pengobatan kanker adalah alarm bagi kita bahwa penyakit kanker tidak menunggu seseorang siap secara finansial sehingga selagi kita sehat mari lindungi diri dengan asuransi kesehatan bersama SQIMC dengan XBooster dari Sequis,” tambah Henry. Adapun Total Klaim Kesehatan atas PTM, khususnya klaim kesehatan untuk penyakit kanker yang telah dibayarkan Sequis selama kuartal III-2020 sebesar lebih dari Rp9,8 miliar untuk lebih dari 400 kasus.
Jaga Jiwa Saat Perawatan Kanker
Persiapan lainnya yang terkait dengan penyakit kanker adalah persiapan dari bidang kedokteran jiwa (psikiatri). Persiapan ini perlu diperhatikan oleh pasien dan keluarganya karena diagnosa kanker identik dengan penyakit berat dan penyakit mematikan. Hal ini merupakan stressor dan bila stressor tidak teratasi seseorang mengalami distress dan memicu berbagai gangguan psikiatri, seperti depresi, kecemasan, psikosomatik bahkan psikotik.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikiater Ciputra Hospital Citra Raya, dr.Titah Rahayu, Sp.KJ mengatakan bahwa diagnosa kanker dapat menyebabkan kondisi distress dan berakhir pada berbagai gangguan psikiatri, salah satunya adalah depresi. Terjadinya depresi bukan hanya saat seseorang terdiagnosa kanker, dapat juga sebagai bagian dari perjalanan kanker itu sendiri, dan dampak dari pengobatan kemoterapi. “Secara umum, gejala utama depresi menampilkan sedikitnya 2 gejala utama berupa sedih, kehilangan minat dan atau mudah lelah ditambah sedikitnya 2 gejala tambahan berupa gangguan tidur, gangguan makan, gangguan konsentrasi, menurunnya harga diri, perasaan bersalah, putus asa dan pesimis, berbicara tentang kematian bahkan munculnya ide bunuh diri. Depresi dapat ditegakkan bila kondisi tersebut terjadi sedikitnya 2 minggu,” sebut dr.Titah.
Reaksi pasien setelah terdiagnosa kanker dan dalam masa pengobatan kanker dapat berbeda-beda dan bersifat individual. Mulai dari pasrah, berjuang untuk sembuh hingga kondisi distress. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kondisi finansial pasien yang kurang memadai, tingkat pendidikan yang secara tidak langsung memengaruhi pemahaman tentang kanker, matang tidaknya pertahanan mental pasien, tingkat spiritualitas pasien, hingga cara petugas kesehatan saat menyampaikan hasil diagnosa atau perkembangan sakit pasien (breaking bad news).
Dr. Titah menyarankan agar pasien mengalihkan rasa nyeri dan tidak nyaman dengan berbagai hal positif, seperti berolahraga teratur, tidur yang teratur 7-8 jam (menerapkan sleep hygiene), mengonsumsi makanan sehat dan alami, dan menghindari lingkungan yang tinggi polusi/ radikal bebas. Upaya lain yang tidak kalah pentingnya dapat berupa melakukan relaksasi pernafasan, melakukan kegiatan yang menyenangkan dan meningkatkan kadar spiritual. Seringkali berkumpul bersama survivor cancer dapat membuat pasien bertukar pengalaman, bertukar pikiran, dan saling menguatkan.
Pasien dan keluarga jangan ragu berkunjung ke psikiater atau Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa bila terdapat gejala-gejala depresi. Hal ini dimaksudkan pasien dan keluarga dapat berdiskusi dengan orang yang tepat mengenai kondisi psikis pasien, karena deteksi dini gejala depresi dan gangguan psikiatrik lain dapat meningkatkan kualitas hidup yang sangat amat bermakna untuk pasien kanker.
Distress akibat kanker ternyata tidak hanya terjadi pada pasien, tetapi bisa dialami juga oleh keluarga pasien. Padahal, keluarga harus menjalankan fungsi sebagai caregiver pasien. Untuk itu, dr. Titah menyarankan agar keluarga meningkatkan pengetahuan tentang perawatan pasien kanker agar kepercayaan diri dalam pengetahuan merawat pasien meningkat dan menghindari timbulnya kecemasan. “Keluarga harus berada dalam kondisi kondusif dan tenang agar mampu memberi dukungan pada pasien kanker. Waktu khusus disiapkan agar pasien dan anggota keluarga bisa sharing, sehingga dapat meningkatkan rasa empati dan adanya saling pengertian pada anggota keluarga. Kesedihan yang terlalu dalam tidak perlu ditampilkan, sebaliknya berbicara dengan suara rendah dan tenang, mengutamakan kenyamanan pasien dengan tidak bersikap berlebihan (overprotektif) dapat membuat pasien merasa mampu dan tidak merasa didiskriminasikan,” sebut dr. Titah.
Ia juga menyarankan keluarga menghindari memberi penjelasan mengenai data dan fakta kanker secara detail untuk menghindari kesalahpahaman. Tugas utama keluarga adalah mendengarkan keluh kesah pasien tanpa memotong ceritanya, mendukung pasien dan tidak mengomentari cerita pasien secara berlebihan. Cukup dukung pasien dengan sepenuh hati.
Anggota keluarga juga dapat mengambil peran aktif dalam support group kanker agar mendapatkan dukungan dan rasa aman agar dapat mendampingi pasien kanker dengan lebih baik. Bergiliran menjaga pasien bila anggota keluarga memiliki banyak personil dan adanya hari libur terjadwal merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari kelelahan emosional dan fisik yang dapat berakhir distress pada anggota keluarga yang merawat dan mendampingi pasien kanker.
Dr.Titah mengharapkan agar masyarakat mau mengambil bagian untuk peduli pada pasien kanker. Hal-hal kecil yang terlihat seperti sepele, seperti meluangkan waktu, mendengarkan, dan mendukung pasien kanker dalam menjalankan pengobatan medis akan mencegah terjadinya distress. Ia pun berpesan agar pasien kanker tidak menutup diri, tidak ragu mengkomunikasikan perasaan tidak nyamannya, kesulitannya dan mengkomunikasikan kebutuhan akan dukungan dan pendampingan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Pada tahap yang lebih lanjut ia berharap pasien dapat menilai kemampuan dan batasan kemampuan diri sendiri sehingga lebih meningkatkan penerimaan terhadap diagnosis kanker yang dialaminya dan berujung pada peningkatan kualitas hidup pasien dengan kanker.