Beritakota.id, Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan akan tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% dari sebelumnya 10%.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), peningkatan PPN ini akan berlaku mulai 1 April 2022.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan, meskipun kebutuhan sembako tidak dikenakan PPN oleh pemerintah, tapi dikhawatirkan penjual akan menyesuaikan harga di level konsumen.
“Karena ini adalah momentum penyesuaian harga barang. Selain karena Ramadhan juga dimana permintaan barang baik pangan dan non pangan naik tinggi. Kalau tarif PPN naiknya bukan bersamaan dengan Ramadhan persoalan mungkin akan berbeda,” jelas Bhima seperti dikutip, Kamis (10/3/2022).
Selain karena momentum untuk penyesuaian harga, Bhima bilang, sebenarnya produsen sudah lama ingin menaikkan harga di level konsumen. Sepanjang kuartal IV 2021 harga di level produsen sudah naik 8.7% yoy.
Menurutnya, jangan sampai kenaikan PPN ini dimanfaatkan untuk menaikkan harga final di atas 2% sampai 3% lebih.
Dia menyebutkan, data keyakinan konsumen Bank Indonesia (BI) menunjukkan pada Februari terjadi penurunan ke level 113, pengeluaran kelompok paling bawah terbukti paling terimbas kenaikan harga sembako jadi kelompok ini sensitif terhadap penyesuaian harga barang.
Indeks ketersediaan lapangan kerja yang turun dari 96,5 ke 89,9, yang juga menunjukkan masyarakat masih banyak yang pendapatannya terimbas oleh pandemi. Di sisi yang lain penurunan juga terjadi pada indeks pembelian durable goods artinya masyarakat akan tunda pembelian kendaraan bermotor, elektronik, peralatan rumah tangga dan fokus dulu untuk pemenuhan kebutuhan pokok.
Dengan kenaikan harga pada puasa dan lebaran akibat kenaikan PPN menjadi 11%, Bhima memproyeksikan, inflasi pada April akan ada di kisaran 3% sampai dengan 4% yoy.
Untuk itu, dia berharap, meskipun PPN 11% jadi ditetapkan pada April, pemerintah harus menjaga stabilitas energi melalui dana kompensasi dan dana subsidi energi.
“Setidaknya sisi energi baik BBM, listrik dan LPG tidak ikut alami kenaikan sepanjang April-Mei. Kemudian kelancaran distribusi dan keamanan pasokan pangan merupakan tugas penting untuk jaga inflasi dari sisi volatile food. Bagi pelaku usaha insentif perlu terus diberikan jangan terburu buru di roll over khususnya jenis produk atau usaha yang memiliki dampak kenaikan PPN,” imbuhnya.
Senada, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, meskipun sembako dikecualikan PPN, tapi produk akhir pangan seperti biskuit kalengan, aneka kue lebaran, dan lainnya tentu tetap akan terkena kenaikan PPN.
Sehingga momen lebaran, harga-harga konsumsi yang biasanya di beli masyarakat di momen puasa dan lebaran akan tetap melonjak tajam.
“Demikian juga di aneka fesyen untuk lebaran, suku cadang kendaraan, karena mau mudik umumnya banyak yang service kendaraannya dulu, kosmetik, akan terkena kenaikan PPN. Jadi secara keseluruhan memang akan mendorong inflasi,” jelas Eko.
Respon (1)