Ekonomi 2025 Belum Membaik, DPR Minta Pemerintah Batalkan PPN 12 Persen

PPN 12 PERSEN
PPN 12 PERSEN

Beritakota.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah mengkaji ulang rencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai awal tahun 2025.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan sekaligus anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan, kondisi perekonomian pada 2025 mendatang yang diperkirakan belum membaik, tidak sesuai prediksi saat perencanaan kenaikan tarif PPN 12% tahun depan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dibentuk di 2021.

“Saat itu UU HPP dibentuk di 2021, asumsi yang digunakan saat itu adalah pada tahun 2025 diperkirakan ekonomi sudah pulih bahkan meningkat, tapi nyatanya dari seluruh indikasi indikasi yang ada kondisi ekonomi kita saat ini sedang kurang baik,” tutur Anis dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu (26/11/2024).

Anis membeberkan, kondisi perekonomian Indonesia yang kurang baik tercermin dari, domestik yang mengalami deflasi selama lima bulan beruntun, tren ini dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03%, diikuti 0,08% pada Juni, 0,18% pada Juli, 0,03% pada Agustus, dan 0,12% pada September. Kondisi deflasi tersebut lanjutnya, menjadi sinyal daya beli masyarakat yang melemah.

Baca Juga: Banyak Dampak Buruk, Demokrat Minta Presiden Prabowo Batalkan Wacana Kenaikan PPN 12 Persen

Faktor lain adalah pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III tahun 2024 melambat di angka 4,95% year on year (yoy). Konsumsi rumah tangga melambat, hanya naik 4,91% (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93%.

“Maka konsumsi masyarakat sangat membutuhkan berbagai stimulus dari pemerintah, agar membaik,” ungkapnya.

Indikator lainnya yang belum membaik adalah dari sisi ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI mencatat, sejak awal tahun hingga 15 November 2024, ada sekitar 64.288 tenaga kerja yang terkena PHK di Indonesia. Jumlahnya naik dari akhir Oktober yang tercatat sebesar 63.947 tenaga kerja.

“Jadi pascapandemi ini memang banyak industri yang tidak kembali pulih, PHK tertinggi dari sektor manufaktur, termasuk di industri tekstil,” ungkapnya.

Anis menilai, kenaikan PPN akan berdampak negatif terhadap ekonomi mulai dari dampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi, naiknya inflasi, turunnya konsumsi rumah tangga.

Dia mengingatkan pemerintah, bahwa masih terdapat ruang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mengkoreksi tarif PPN 12% yang berlaku di Januari 2024.

“Pada UU HPP pasal 7 ayat 3 dan ayat 4, disebut bahwa tarif PPN dapat disesuaikan menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan kebijakan negara yang diatur oleh PP dengan persetujuan DPR RI, ini ruang yang bisa digunakan dengan mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini,” paparnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *